Latar
Belakang
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Menurut Brunner & Suddarth,
2002).
Bila seseorang mengalami penyakit ginjal kronik sampai
pada stadium 5 atau telah mengalami penyakit ginjal kronik (gagal ginjal)
dimana laju filtrasi glomerulus (15 ml/menit) ginjal tidak mampu lagi
menjalankan seluruh fungsinya dengan baik maka dibutuhkan therapi untuk
menggantikan fungsi ginjal.
Hingga saat ini dialisis dan transplantasi ginjal adalah
tindakan yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal terminal (Nikon D. Cahyaningsih,
2009).
GGK merupakan
salah satu rangkaian penyakit metabolik yang menempati urutan ketiga terbanyak
di dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus. Insiden GGK di
dunia adalah 18,5 per 1 juta jiwa. Glomerulonefritis adalah penyebab utama
terjadinya GGK yang didapat pada sebagian besar penderita GGK di dunia (Suyono
et al, 2001).
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika
Serikat misalnya angka kejadian penyakit gagal ginjal meningkat tajam dalam 10
tahun. Tahun 1996 terjadi 166.000 kasus. GGK (gagal ginjal tahap akhir) dan
pada tahun 2000 menjadi 372.000 kasus. Pada tahun 2010 jumlahnya diperkirakan
lebih dari 650.000 kasus. Selain diatas, sekitar 6 juta hingga 20 juta individu
di Amerika diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal kronik) tahap awal (Santoso
Djoko, 2008).
Di Indonesia pasien gagal ginal kronik yang menjalani
haemodialisa mengalami peningkatan, yaitu : pada tahun 2009 tercatat sebanyak
5.450 penderita, tahun 2010 sebanyak 8.034 penderita dan tahun 2011 sebanyak 12.804 penderita
(Indonesian Renal Registry 2012).
Jawa Barat sebagai salah satu provinsi di Indonesia
memiliki kontribusi penderita GGK yang cukup besar. Jumlah penderita GGK yang menjalani
haemodialisa di Jawa Barat pada tahun 2009 tercatat 2.003 penderita. Tahun 2010
penderita meningkat menjadi 2.412 penderita, dan pada tahun 2011 tercatat
sebanyak 3.038 penderita (Indonesian Renal Registry, 2012).
Konsep
Gagal Ginjal Kronik
1. Pengertian
Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang
progresif dan terus menerus. Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua
penyakit. (Elizabeth J. Corwin, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversibel (Arif Mansjoer, 1999).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis
yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif dan cukup lanjut (Slamet Suyono, 2001).
2. Anatomi
dan Fisiologi Ginjal
a.
Anatomi
Ginjal
Secara normal, manusia memiliki dua ginjal ( ginjal kanan
dan kiri ) setiap ginjal memiliki panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum
2,5 cm, dan terletak pada bagian belakang abdomen, posterior terhadap
peritoneum, pada cekungan yang berjalan disepanjang sisi corpus vertebrae.
Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak
lebih rendah dari pada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah
glandula adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal.
Struktur ginjal meliputi, kapsula fibrosa pada bagian
luar, korteks adalah bagian ginjal yang pucat dan berbercak-bercak oleh
glomerulus, medula yaitu bagian ginjal yang berwarna gelap dan bergaris terdiri
dari sejumlah papilla renalis yang menonjol kedalam pelvis, dan pembesaran pada
ujung atas ureter. Setiap ginjal dibentuk oleh sekitar satu juta nefron. Nefron
adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
tubulus renalis, glomerulus, dan pembuluh darah yang menyertainya.
Setiap tubulus renalis adalah tabung panjang yang
bengkok, dilapisi oleh selapis sel kuboid. Tubulus renalis dimulai sebagai
kapsula bowman, mangkuk berlapis ganda yang menutupi glomerulus, terpuntir
sendiri membentuk tubulus kontortus proksimal, berjalan dari korteks ke medula
dan kembali lagi, membentuk ansa henle, terpuntir sendiri kembali membentuk
tubulus kontortus distal. Dan berakhir dengan memasuki duktus koligentes.
Setiap duktus koligentes berjalan melalui medula ginjal, bergabung dengan
duktus koligentes dari nefron lain. Dan mereka membuka bersama pada permukaan
papila renalis didalam pelvis ureter.
b.
Fungsi
Ginjal
1)
Pengaturan
cairan tubuh dan mengontrol keseimbangan asam basa.
2)
Ekskresi
produk akhir metabolisme.
3)
Memproduksi
Hormon.
Selain fungsinya sebagai pengendali keseimbangan air dan
kimia tubuh, ginjal menghasilkan renin dan eritropitin. Renin diproduksi oleh
sel-sel tertentu dalam dinding arteriol yang dilalui darah menuju glomerulus.
Renin disekresi bila tekanan darah sangat menurun sehingga jumlah darah yang
melewati ginjal tidak cukup. Hormon ini meningkatkan tekanan darah. Hormon lain
yang disekresi ginjal asalah eritropoetin. Eritropoeitin disekresi oleh ginjal
sebagai respon terhadap penurunan tekanan oksigen normal. Hormon ini merangsang
pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang dan meningkatkan jumlah darah yang
tersedia untuk pengangkutan oksigen. Fungsi ginjal yang lain memproduksi vitamin
D yang aktif secara biologis (J Gibson, 2001).
3. Etiologi
a.
Glomerulonefritis
(peradangan)
b.
Pielonefritis
kronis (infeksi saluran kemih)
c.
Nefrosklerosis
d.
Sindroma
Nefrotik
e.
Tumor
Ginjal
f.
Glomerulouropati
g.
Uropati
obstruktif
h.
Hipoplasia
renal
i.
Displasia
j.
Penyakit
ginjal polikistik
k.
Neuropatik
kongenital
l.
Trauma
ginjal yang hebat
m.
Penyakit
metabolik (DM, hiperparatiroidisme)
(Smeltzer
& Bare, 2002; Mansjoer, 2001)).
4. Klasifikasi
Gagal ginjal
kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium yang didasarkan pada tingkat GFR yang
tersisa :
a.
Penurunan
cadangan ginjal
Terjadi
apabila GFR turun 50% dari normal, tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic.
Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak dan penurunan
kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan
CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi.
b.
Insufisiensi
ginjal
Terjadi
bila GFR menurun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat
rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai
terjadi akumulasi sisa metabolik dalam darah karena nefron yang sehat tidak
mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic menyebabkan
oliguri, oedema. Derajat insuffisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat,
tergantung dari GFR sehingga perlu pengobatan medis.
c.
Gagal
ginjal
Terjadi
bila GFR kurang dari 20% normal
d.
Penyakit
gagal ginjal stadium akhir
Bila
GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
Akumulasi sisa metabolik dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam
darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya
dengan dialisa atau penggantian ginjal (Smeltzer & Bare, 2002).
5. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai
15 ml/menit atau lebih rendah ( Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialysis (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi
menjadi tiga stadium yaitu :
a.
Stadium
1 (penurunan cadangan ginjal)
Di
tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan
penderita asimtomatik.
b.
Stadium
2 (insufisiensi ginjal)
Lebih
dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat
diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal,
azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c.
Stadium
3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul
apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari
normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini
kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992:
813-814) .
PATHWAY
Terlampir
6. Manifestasi
Klinik
Meskipun
gejala yang dialami pasien bervariasi berdasarkan proses penyakit yang berbeda
- beda, gejala paling umum yang berhubungan dengan GGK adalah sebagai berikut :
a.
Ketidak seimbangan cairan
Kelebihan
cairan : edema, hipertensi, gagal jantung kongestif.
Penipisan
volume vaskuler : poliuria, penurunan asupan cairan, dehidrasi, membran kering.
b.
Ketidakseimbangan
elektrolit
Hiperkalemia :
gangguan irama jantung, disfungsi miokardial
Hipernatremia
: haus, stupor, takikardia, penurunan tingkat kesadaran
Hiperfosfatemia
: iritabilitas, depresi, kram otot, parastesia, tetanus
c.
Ensefalopati
dan neuropati uremik
Gatal gatal
Kram dan
kelemahan otot
Bicara tidak
jelas
Parastesia
telapak tangan dan telapak kaki
Konsentrasi buruk
Mengantuk
Tanda tanda
peningkatan tekanan intracranial
Koma
Kejang
d.
Asidosis
: takipnea
e.
Anemia
dan disfungsi sel darah
Pucat
Kelemahan
Perdarahan
f.
Disfungsi
pertumbuhan
Pertumbuhan
tulang yang abnormal
Perkembangan
seksual yang terhambat
Malnutrisi
Selera makan
buruk
Nyeri tulang
(Suyono et al,
2001; Doenges, E Marilynn, 2002)
7. Komplikasi
Menurut
Smeltzer (2002), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a.
Hiperkalemia
: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet
berlebih.
b.
Perikarditis
: efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
c.
Hipertensi
akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin, angiotensin,
aldosteron.
d.
Anemia
: akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastro intestinal.
e.
Penyakit
tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.
8. Pemeriksaan
Penunjang
a.
Tes
darah
·
BUN
dan kreatinin serum meningkat
·
Kalium
serum meningkat
·
Natrium
serum meningkat
·
Kalsium
serum menurun, fosfor serum meningkat, PH serum dan HCO3 menurun
·
Hb,
Ht, trombosit menurun
·
Asam
urat meningkat
b.
Tes
urin
·
Urinalisis
·
Elektrolit
urin, osmolalitas dan berat jenis
·
Urin
24 jam
c.
EKG
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan
gagal jantung.
d.
Sinar-X
dada dan abdomen perubahan-perubahan yang berhubunagn denga retensi cairan
e.
Prosedur
diagnostic
·
Biopsi
ginjal
·
Pemindaian
ginjal
·
Ultrasound
ginjal
·
MRI(magnetic
resonance imiging), computed axial tomography (CAT) scan
·
Sistouretrogram
berkemih
(Doenges, E
Marilynn, 2002; FK UI, 2006)
9. Penatalaksanaan
Medis
Menurut
Arief Mansjoer (2000) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan gagal
ginjal kronik :
a.
Optimalisasi
dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Pada
beberapa pasien, furosemid dosis besar (250- 1000 mg/hr) atau diuretik
loop(bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan,
sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium
bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan
keseimbangan cairan.
b.
Diet
tinggi kalori dan rendah protein.
Diet
rendah protein (20- 40 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea (mual) dan uremia , menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan
gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
c.
Kontrol
Hipertensi.
Bila
tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri. Pada
pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur
tersendiri tanpa tergantung tekanan darah.
d.
Kontrol
ketidakseimbangan elektrolit.
Untuk
mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar, diuretik hemat
kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, obat
anti-inflamasi nonsteroid).
e.
Mencegah
penyakit tulang.
Hiperfosfatemia
dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida
(300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500- 3000 mg) pada setiap makan.
f.
Deteksi
dini dan terapi infeksi.
Pasien
uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan terapi lebih ketat.
g.
Modifikasi
terapi obat dengan fungsi ginjal.
Banyak
obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik yang
dikeluarkan oleh ginjal Misalnya: analgesik opiate, dan alupurinol.
h.
Deteksi
terapi komplikasi.
Awasi
dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer,
hiperkalemia meningkat, kelebihan volume cairan yang meningkat, infeksi yang
mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
i.
Persiapan
dialisis dan program transplantasi.
B. Asuhan
Keperawatan Gagal Ginjal Kronik
1. Pengkajian
a.
Biodata :
Identitas klien dan penanggung jawab
Umur : biasanya
berusia antara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur.
b.
Riwayat Kesehatan Masuk RS
Awal keluhan
dirasakan sampai dengan masuk rumah sakit
c.
Riwayat Kesehatan Saat Pengkajian
Keluhan Utama :
Lemas, pusing, gatal, baal-baal,
bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu
makan, susah tidur, berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas,
sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering,
pandangan gelap, nyeri otot, nyeri pada penusukkan jarum, rembes pada akses
darah, keringat dingin, batuk berdahak/tidak.
Kemudian
keluhan utama dikembangkan dengan perangkat PQRST dan dicantumkan keluhan
penyerta.
d.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Menanyakan adanya riwayat infeksi
saluran kemih, infeksi organ lain, riwayat kencing batu/obstruksi, riwayat
konsumsi obat-obatan, jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat penyakit endokrin,
riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, riwayat kehamilan,
riwayat dehidrasi, riwayat trauma.
e.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan riwayat polikistik,
diabetes, hipertensi, trauma , riwayat penyakit batu ginjal .
Cantumkan genogram minimal tiga
generasi.
2. Pengkajian Psikososial
o Cemas
o Isolasi
sosial
o Tingkat
pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
o Stress
emosional
o Konsep
diri
o Tingkat
pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
3. Pemeriksaan Fisik
a.
Pemeriksaan
Umum
Kesadaran,
tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, BB kering, BB sebelum HD, BB setelah HD.
b.
Persyarapan
o
Sakit kepala, penglihatan kabur
o
Letih, insomnia
o
Kram otot, kejang, pegal-pegal
o
Kesemutan, baal-baal
c.
Endokrin
o
Penurunan libido
o
Gangguan haid (-), amenore
o
Gangguan fungsi ereksi
o
Produksi testoteron dan sperma
menurun
o
Infertile
d.
Pernapasan
o
Sesak napas
o
Pernapasan kusmaul
o
Napas pendek-cepat
o
Ronchi
e.
Kardiovasculer
o Palpitasi,
angina, nyeri dada
o Hipertensi,
distensi vena jugularis
o Disritmia
o Hipotensi/hipertensi,
nadi lemah/halus
o Edema
periorbital-pretibial
o Hiperlipidemia
o Hipernatremia
o Hipercalsemia
o Hiperkalemia
f.
Pencernaan
o
Konjungtiva anemis
o
Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu
hati
o
Stomatitis, perdarahan gusi
o
Lemak subkutan menurun
o
Distensi abdomen
o
Rasa lapar
o
Stomatitis, perdarahan gusi
o
Lemak subkutan menurun
o
Gastritis ulserasi
o
Konstipasi
o
Hipoalbumin
o
Anemia
g.
Perkemihan
o Poliuri
pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase lanjut
o
Turgor kulit menurun
o
Haus
o
Disuri, kaji warna urin
o
Riwayat batu pada saluran kencing
o
Ascites
o
Edema, peningkatan BB
o
Dehidrasi, penurunan BB
h.
Integumen
o
Turgor kulit menurun
o
Demam
o
Pruritus
o
Hiperpigmentasi
1.
Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS :
1.
Pasien
menyatakan kesulitan bernapas
2.
Pasien
menyatakan kembung di daerah abdomen
DO :
1.
Edema
2.
Tekanan darah
tinggi
3.
Perubahan
turgor kulit
4.
Distensi abdomen/asites
|
Glomerulopi, obstruksi dan infeksi,
kista gunjal
Kehilangan fungsi ginjal
Disfungsi glomerulus
GFR menurun
Sekresi renin
angiotensin I menjadi angiotensin II
koretks Adrenal
Sekresi
aldosteron
Retensi air dan natrium
Peningkatan ECF
Peningkatan tekanan hidrostatik
Edema
|
Kelebihan Volume Cairan
|
2
|
DS :
1.
Mual
2.
Tidak adanya nafsu makan
3.
Pasien menyatakan nyeri uluhati
DO :
1.
Adanya cegukan
2.
Muntah
3.
Porsi makan tidak dihabiskan
4.
Penurunan berat badan.
5.
Napas berbau amonia
|
Penurunan GFR
Sekresi urine menurun
Peningkatan kadar BUN, kreatinin,
ureum dan amonia
Azotemia
Rangsangan nervus vagus
Hipotalamus
Mual, muntah
Anoreksia
Nutrisi inadekuat
|
Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
|
3
|
DS :
1.
Pasien
menyatakan kesulitan bernapas
DO :
1.
Sesak
2.
Napas
dangkal
3.
Pembesaran
pada abdomen
4.
Pengembangan
paru tidak sempurna
|
Edema abdomen
Penekanan pada paru
Penurunan ekspansi/pengembangan pada
paru
Fungsi
paru inadekuat
Dispnea
|
Gangguan pola napas
|
4
|
DS:
1.
Klien
menyatakan lemah, tidak ada gairah.
DO:
1. Klien
nampak lemah
2.
Ketidak
mampuan melakukan sesuatu
3.
Penurunan
tonus otot
4.
Penurunan
lemak subkutan
|
Kehilangan fungsi ginjal
Produksi eritropoetin berkurang
Stimulasi eritrosit sum-sum tulang berkurang
Anemia
Suplai oksigen dan nutrisi ke sel
jaringan berkurang
Penurunan pembentukan ATP
Kelemahan
otot dan tungkai
|
Intoleransi aktifitas
|
5
|
DS : klien
mengeluh kulitnya gatal,
DO : Kulit klien
terlihat kasar, bersisik
|
GGK
Sekresi protein terganggu
Perpospatemia
Pruiritis
Gg. Integritas kulit
|
Gg. Integritas kulit
|
5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang umum ditemukan pada klien GGK menurut Doenges(2002), Smeltzer (2002) dan Lynda Juall (2000).
1.
Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan haluran urine, diet berlebihan, retensi cairan dan natrium.
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan over hidrasi: penumpukan cairan di paru.
3.
Nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan
perubahan membran mukosa mulut.
4.
Gangguan
integritas kulit : Gatal bd akumulasi garam ureum pada
kulit, peningkatan kadar fosfat.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan prosedur dialisis.
6.
PK Hiperkalemia ditandai dengan
irama jantung irreguler, disritmia, kegagalan kontrol mekanisme kontraksi otot,
kejang.
7.
Risiko cedera berhubungan dengan
akumulasi elektrolit dan produk sampah.
8.
Anemia berhubungan dengan menurunnya
produksi eritropeitin.
9.
Kurangnya pengetahuan tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
10. Perubahan
proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia,
ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
6. Intervensi Keperawatan
Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan haluran urine, diet berlebihan, retensi cairan dan
natrium.
Tujuan : Kelebihan
volume cairan dapat teratasi
Kriteria Hasil :
·
Klien
mengatakan bengkak berkurang/hilang
·
Klien
mengatakan sesak berkurang
·
Edema
(-)
·
Respirasi
Normal
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji status cairan: Timbang berat badan harian,
Keseimbangan masukan dan haluaran, Turgor kulit dan adanya edema, Distensi
vena leher, Tekanan darah, denyut dan irama nadi
|
pengkajian merupakan
dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
|
2.
Batasi
masukan cairan
|
Pembatasan cairan akan menentukan berat
tubuh ideal, haluaran
urin, dan
|
3.
Identifikasi sumber potensial cairan: Medikasi dan
cairan yang digunakan untuk pengobatan; oral dan intravena, Makanan
|
respons terhadap terapi.
Sumber kelebihan cairan
yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
|
4.
Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan
pembatasan cairan.
|
Kenyamanan pasien
meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
|
5.
Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap
responnya.
|
Untuk menentukkan efek
dari pengobatan dan observasi tehadap efek samping yang mungkin timbul
seperti : Hipokalemia dll.
|
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan over hidrasi: penumpukan cairan di paru.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria:
·
Keluhan
sesak berkurang/hilang
·
Retraksi
interkostalis (-)
·
Rr
16-20 X/mnt
·
Pola
napas kusmaul (-)
·
Sianosis
(-)
·
Hb
10-11 mg/dl
·
Orthopneu
(-)
·
Dispneu
(-)
·
Pch
(-)
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Auskultasi
bunyi nafas, catat adanya crakles
|
Menyatakan adanya
pengumpulan secret
|
2.
Ajarkan
pasien batuk efektif dan nafas dalam
|
Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
|
3.
Atur
posisi senyaman mungkin
|
Mencegah terjadinya
sesak nafas
|
4.
Batasi
untuk beraktivitas
|
Mengurangi beban kerja
dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
|
Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan
membran mukosa mulut.
Tujuan : Kram berkurang
Kriteria :
·
Keluhan
kram berkurang
·
Otot
yang kram rileks
·
Klien
nampak tenang
·
Tensi
dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Awasi
konsumsi makanan / cairan
|
Mengidentifikasi kekurangan
nutrisi
|
2.
Perhatikan
adanya mual dan muntah
|
Gejala yang menyertai
akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
|
3.
Beikan
makanan sedikit tapi sering
|
Porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan makanan
|
4.
Tingkatkan
kunjungan oleh orang terdekat selama makan
|
Memberikan pengalihan
dan meningkatkan aspek social
|
5.
Berikan
perawatan mulut sering
|
Menurunkan
ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan
|
Gangguan integritas kulit : gatal bd
akumulasi garam ureum pada kulit, peningkatan kadar fosfat
Tujuan :
Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria :
• Klien mengatakan gatal berkurang
• Kulit kering berkurang/menjadi lembab dan
bersih
• Ureum Post HD berkurang
• UFR tidak ekstrim
• Bekas garukan berkurang
• Priming dan socking adekuat
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji warna kulit, tekstur, turgor dan vaskularisasi
untuk memberikan arah intervensi yang sesuai
|
Menentukan garis besar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan
|
2.
Dorong untuk ambulasi/turun dari tempat tidur jika
memungkinkan
|
Menurunkan tekanan pada kulit dan istirahat lama ditempat tidur
|
3.
Lakukan masase/pijat menggunakan lotion atau krim.
|
Memperlancar sirkulasi terutama pada area yang mendapat tekanan dan
menjaga kelembaban kulit.
|
4.
Anjurkan
tidak menggaruk.
|
Garukan merangsang
pelepasan histamin
|
5.
Kolaborasi dalam pemberian salep atau krim sesuai
indikasi
|
Sebagai salah satu terapi untuk mempertahankan integritas kulit
|
Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan :
Klien toleran
terhadap aktivitas sesuai dengan kemampuan
Kriteria :
• Klien mengatakan lemas/lelah berkurang/hilang
• Tanda vital dalam batas normal
• Pallor berkurang/hilang
• Hb dan Hct meningkat
• Klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa kelelahan
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
faktor yang menimbulkan
keletihan (Anemia, Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, Retensi
produk sampah, Depresi)
|
Menyediakan informasi tentang
indikasi tingkat keletihan
|
2.
Tingkatkan
kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika
keletihan terjadi
|
Meningkatkan aktivitas
ringan/sedang dan memperbaiki harga diri
|
3.
Anjurkan
aktivitas alternative sambil
istirahat.
|
Mendorong latihan dan
aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat
|
4.
Anjurkan
untuk beristirahat setelah dialisis
|
Istirahat yang adekuat
dianjurkan setelah dialysis yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.
|
PK
Hiperkalemia ditandai dengan irama jantung irreguler, disritmia, kegagalan
kontrol mekanisme kontraksi otot, kejang
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …. x 24 jam, diharapkan perawat
dapat meminimalisasi hiperkalemia pada pasien
Kriteria
Hasil:
·
Kalium serum dalam batas normal (3,5 - 5,5 mEq/L)
·
Iram jantung regular, teratur
·
Tidak terjadi kejang
Intervensi
|
Rasional
|
1. Identifikasi
pasien berisiko / penyebab hiperkalemia. Mis : masukan berlebihan dari kalium/penurunan
ekskresi.
|
Mempengaruhi pilihan intervensi.
Identifikasi dini dan pengobatan dapat mencegah komplikasi.
|
2.
Identifikasi / hentikan sumber diet kalium
|
Memudahkan
penurunan kadar kalium.
|
3. Bantu dengan latihan gerak aktif /
pasif.
|
Memperbaiki
tonus otot.
|
4.
Dorong periode istirahat sering, bantu aktivitas perawatan
sesuai indikasi.
|
Kelemahan otot umum menurunkan
toleransi aktivitas.
|
5.
Tinjau ulang obat aturan obat untuk obat yang mengandung /
mempengaruhi ekskresi kalium.
|
Memerlukan
pemantauan kadar kalium regular dan penggantian pilihan obat dalam hal
dosis/frekuensi.
|
6.
Kolaborasi : Pantau hasil laboratorium mis: kalium serum,
BUN.
|
Mengevaluasi
kebutuhan / keefektifan terapi.
|
Risiko cedera berhubungan dengan
akumulasi elektrolit dan produk sampah.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …. x
24 jam, diharapkan tidak terjadi cedera pada pasien.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Amati tanda-tanda adanya akumulasi produk sampah
(hiperkalemia, hiperfosfatemia, uremia)
|
Untuk memastikan terapi yang cepat dan tepat
|
2.
Berikan diet rendah protein, kalium, natrium dan
fosfor.
|
Untuk menurunkan kebutuhan ekskresi pada ginjal
|
3. Kolaborasi
pelaksanaan dialisis
|
Untuk mempertahankan fungsi ekskresi
|
Anemia berhubungan dengan menurunnya
produksi eritropeitin
Tujuan : Terjadi peningkatan kadar Hb.
Kriteria :
·
Kadar Hb dalam
batas normal
·
perfusi
jaringan baik
·
akral hangat,
merah dan kering.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pertahankan
kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.
|
kekeringan meningkatkan sensitivitas kulit dengan
merangsang ujung saraf.
|
2.
Cegah penghangatan yang berlebihan
dengan mempertahankan suhu ruangan yang sejuk dengan kelembaban yang rendah,
hindari pakaian yang terlalu tebal.
|
penghangatan yang berlebihan
meningkatkan sensitivitas melalui vaso dilatasi.
|
3.
Observasi tanda-tanda vital
|
Deteksi dini terhadap perkembangan
klien dan penentuan terhadap tindakan selanjutnya.
|
4.
Kolaborasi dalam:
-
Pemberian transfuse
-
Pemeriksaan laboratorium Hb.
|
Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Klien memperoleh informasi yang jelas
dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria
: Klien mengetahui
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit gagal ginjal kronik dan
Hipertensi.
|
Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat
perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
|
2.
Kaji
latar belakang pendidikan pasien.
|
Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan
kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan
pasien.
|
3.
Jelaskan
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
|
Agar
informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman.
|
4.
Jelasakan
prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien
didalamnya.
|
Dengan
penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan,
pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
|
Perubahan proses pikir berhubungan
dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
Tujuan : Meningkatkan
tingkat mental.
Kriteria : Klien
mengenal tempat, orang, waktu, tidak menarik diri, tidak ada gangguan kognitif.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji luasnya gangguan kemampuan
berpikir, memori, orientasi, perhatikan lapang perhatian .
|
Efek sindrom uremik dapat terjadi
dengan Kekacauan minor dan berkembang ke perubahan kepribadian
|
2.
Berikan lingkungan tenang
|
Meminimalkan rangsangan
lingkungan.
|
3.
Orientasikan kembali terhadap
lingkungan orang dan waktu.
|
Memberikan petunjuk untuk membantu
pengenalan kenyataan.
|
4.
Tingkatkan istirahat adekuat dan
tidak mengganggu periode tidur
|
Gangguan tidur dapat mengganggu
kemampuan kognitif.
|
Infeksi vesikuler Zat toksik Obstruksi saluran kemih
Reaksi
Antigen Arteriosklerosis tertimbun
Retensi Urin Batu Besar iritasi
Antibodi ginjal dan kasar
Suplai darah
Ginjal Turun Menekan
Saraf Hematuria
perifer
Nyeri
pinggang Anemia
GFR turun
GGK
Sekresi
protein terganggu Retensi Na Sekreksi Eritropoitis menurun
v
Sindrome uremia Total CES naik Resiko Gg. Supalai produk HB
Nutrisi nutrisi dlm menurun
Perpospatemia Gg.keseim-
Tek.kapiler
darah menurun
Bangan Asam Naik
Basa Oksihemoglobin turun
Pruritis Vol.Interstial
Prod.Asam
Naik Gg. Perfusi Supalai O2 turun
Gangguan
Naik jaringan
Integritas kulit
Edema Intoleransi aktivitas
Asam lambung
naik preload naik
Beban Jantung
nausea,
vomitis Iritasi lambung Naik
infeksi perdarahan
Hipertropi Payah Jantung Bendungan ventrikel kiri Kiri Atrium kiri naik
Gastritis Hematemesi
Melena COP turun Tek.vena pulmonalis
Mual,muntah
Anemia Aliran supalai O2 supalai kapiler paru naik
Darah jaringan
O2 ke otak
ginjal turun turun turun Odema paru
RAA turun Metabolisme kehilangan Gg.Pertukaran gas
Anaerob kesadaran
Retensi Na dan H2O naik
Asam
laktat naik
Kelbihan volume cairan
-Fatique Intoleransi Aktivitas
-Nyeri sendi
EmoticonEmoticon