Friday, December 23, 2016

LAPORAN PENDAHULUAN KOLELITIASIS

Laporan Pendahuluan Kolelitiasis

LAPORAN PENDAHULUAN
KOLELITIASIS


I. Pengertian
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledekus) atau keduanya. (muttaqin, 2011).
Kolelitiasis adalah batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandungan empedu dari unsur-unsue padat yang membentuk cairan empedu. (suzane c. Smeltzer, 2002).
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat batu empedu didalam kandung empedu (visika felea) dan unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran bentuk dan komposisi yang bervariasi. (brunner & suddarth, 2001).

II. Etiologi
Batu dalam kandung empedu sebagian besar tersusun dari pigmen -pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Menurut Muttaqin (2011) yang mengutip beberapa pendapat para ahli, menyebutkan faktor resiko dan patogenesis batu empedu sebagai berikut.

Jenis Batu
Faktor Resiko
Patogenesis
Batu
Empedu
kolesterol



















































Jenis kelamin perempuan
Perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan batu empedu kolesterol dari pada laki-laki, khususnya pada masa reproduksi. Peningkatan batu empedu disebabkan oleh faktor esterogen-progesteron sehingga meningkatkan sekresi kolesterol bilier (Wong, 2009)
Peningkatan Usia
Peningkatan usia baik pada pria maupun wanita keduanya meningkatkan resiko terbentuknya batu pada kandung empedu (Ko, 1999)
Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolisme umum, resistensi insulin, diabetes melitus type II, hipertensi dan hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hepatika dan merupakan faktor resiko utama untuk mengembangkan batu empedu kolesterol (Donovan 1999)
Kehamilan
Kolesterol batu empedu lebih sering terjadi pada wanita yang mengalami kehamilan multipel. Hal ini dianggap sebagai faktor utama adalah progesteron pada saat kehamilan tinggi. Progesteron yang mengurangi kontraktilitas kandung empedu, menyebabkan retensi berkepanjangan dan konsentrasi empedu lebih besar di kandung empedu (Lindseth, 2004)
Statis Billier
Kondisi stasis bilier menyebabkan peningkatan resiko batu empedu. Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi stasis, seperti cedera tulang belakang, puasa berkepanjangan atau pemebrian diet nutrisi total parenteral (TPN, total parenteral nutrition) dan perubahan berat badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet, operasi bypass lambung). Kondisi stasis bilier akan menurunkan produksi garam empedu ke intestinal (Portincasa, 2006)
Obat-obatan
Esterogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat meningkatkan resiko batu empedu kolesterol (Wang, 2009). Clofibrate dan obat fibrate hipolipidemic meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatik melalui sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol (Shaffer, 2005). Analog somastostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi pengosongan kandung empedu (Chiang, 2008)
Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya adalah turun temurun, seperti yang dinilai penelitian terhadap kembar identik dan fraternal (Heuman, 2009). Kasus jarang pada sindrom fosfolipid rendah terkait kolelitiasis yang terjadi pada individu dengan kekurangan turun-temurun dari transportasi bilier lesitin protein yang diperlukan untuk sekresi (Ko, 2002)
Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada peningkatan batu dengan meningkatkan dekuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus akan meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagi akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu (Ko, 2002)
Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi dan penyakit crohn memiliki resiko penurunan atau kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen pengikat kolesterol, penurunan garam empedu jelas akan meningkatkan konsentrasi kolestrasi dan meningkatkan resiko batu empedu (Sibernagi, 2007)
Batu Kalsium, Bilirubin dan Pigmen Hitam
Pada sebagian besar kasus tidak ada faktor resiko yang dapat diidentifikasi
Kondisi batu empedu ini terjadi pada individu dengan ketidakseimbangan tinggi pada pergantian heme. Gangguan hemolisis berhubungan dengan batu empedu pigmen ternasuk anemia sel sabit sperocytosis herediter dan betatalasemia (Chiang, 2008). Pada sirosis hipertensi portal menyebabkan splenomegali, hal ini pada gilirannya menyebabkan karantina sel darah merah, yang menyebabkan peningkatan turnover hemoglobin. Sekitar setengah dari semua pasien memiliki pigmen sirotik batu empedu (Ko, 2002)
Batu Pigmen Coklat
Infeksi Bilier
Prasyarat untuk pembentukan batu pigmen coklat meliputi kolonisasi empedu dengan bakteri dan stasis intraduktal. Di Amerika Serikat, kombinasi ini paling sering dujumpai pada pasien dengan pasca operasi striktur bilier atau kista koledokus. Dalam hepatolitiasias, suatu kondisi yang dihadapi terutama di Asia Timur, pembentukan batu pigmen cokklat intraduktal menyertai pada kondisi striktur ekstra hepatik, seluruh intra hepatik, dan saluran empedu. Kondisi ini menyebabkan kolangitis berulang pada predisposisi ke stasis bilier dan cholangiocarsinoma. Etiologi tidak diketahui tapi hati telah terlibat (Heuman, 2009)

Puasa
Puasa menyebabkan gerakan kandung empedu lambat dan menyebabkan empedu menjadi pekat sehingga mempermudah terjadinya batu empedu.

Kehilangan berat badan
Kehilangan berat badan yang cepat dapat menyebabkan pengeluaran lebih banyak kolesterol oleh hati dan menyebabkan pembentukan batu.

Diabetes.
Penderita diabetes cenderung mengalami peningkatan kadar trigliserid yang mempermudah terjadinya batu empedu

III. Patofisiologi

IV. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda dan gejala pasien dengan kolelitiasis, yaitu:
1. Rasa Nyeri dan Kolik Billier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu, akan mengalami distensi dan akhirnya mengalami infeksi. Pasien akan mengalami panas dan mungkin tersaba massa padat pada abdomen. Pasien akan mengalami kolik bilier disertai nyeri abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat beberapa jam setelah makan dalam porsi besar. Kolik bilier disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 20 menit sampai 12 jam.
2. Ikterus
Ikterus biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledukus. Akibat obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan terjadi peningkatan kadar empedu dalam darah. Hal ini membuat kulit dan mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit.
3. Perunahan Warna Urine dan Feses
Eksresi pigmen empedu oleh ginjal akan mebuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut”clay-colored”.
4. Devisiensi Vitamin
Obrtuksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (Vitamin A, D, E, dan K) karena itu pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus. Kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu tersebut terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini akan menyebabakan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah :
a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x.
b. Foto polos abdomen, Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai diagnostiknya rendah.
c. Ultrasonografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi.
d. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
e. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu.
f. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
g. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, danradiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. (Lesmana, 2006).
h. Tes laboratorium :
- Leukosit = 12.000 – 15.000 (N= 5000-10000 iu)
- Bilirubin = meningkat ringan (N=<0,4 mg/dl)
- Amilase serum = meningkat (N=17-15 unit/100 ml)
- Protombin = menurun, bila aliran empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K

VI. Penatalaksanaan
Suratun (2010) menyebutkan terdapat dua bentuk penatalaksanaan medis yaitu bedah, non bedah dan manajemen nutrisi yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan Non Bedah
a. Farmakologis
- Untuk menghancurkan batu : Irsidiol, Actigal. Efek samping : diare, bersifat hepatotoksik pada fetus sehingga kontra indikasi untuk ibu hamil.
- Mengurangi konten kolesterol dalam nbatu empedu : Chenodiol/Chenix
- Untuk mengurangi gatal-gatal : Choletyramine (Questran)
- Menurunkan rasa nyeri : analgesik
- Mengobati infeksi : Antibiotik

b. Pengangkatan batu tanpa operasi
- Pelarutan batu empedu, dengan menginfuskan suatu bahan pelarut (mono-oktanoin atau metil tertierbutil eter/MTBE) ke dalam batu empedu. Dapat diinfuskan atau melalui selang kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu, melalui selang matau drain yang dimasukkan melalui saluran T tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan saat pembedahan, melalui ERCP atau kateter bilier transnasal.
- Pengangkatan non bedah, Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan melalui saluran T Tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam dukts koledokus
- Extracorpreal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL), menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock wave) yang diarahkan kepada batu empedu untuk memecah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen.

2. Pembedahan
a. Kolisistektomi
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi. Sebuah drain (penrose) ditempatkan dalm kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan srosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa basorben.
b. Minikolisistektomi
Prosedur ini untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi Laparaskopik
Dilakukan lewat insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus. Rongga abdomen ditiup dengan gas karbon monoksida untuk pemasangan endoskop.
d. Koledokostomi
Insisi dilakukan pada duktus koledukus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas.

3. Manajemen Nutrisi
a. Mengurangi pemasukan makanan selama fase akut
b. Pemasangan NGT untuk mengurangi mual dan muntah
c. Pembatasan lemak terutama pasien dengan obesitas

VII. Komplikasi
Girsang (2013) menyebutkan komplikasi dari kolelitiasis adalah :
1. Kolesistisis : Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis : Peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops : Disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
4. Empiema : Kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
5. Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%.
6. Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus.
Selain itu, komplikasi dari koleliatiasis menurun Suratun (2010) adalah :
1. Obstruksi duktus sistikus
2. Kolik bilier
3. Perikolistitis
4. Peradangan pankreas (pankreatitis)
5. Fistel kolesistoenterik
6. Batu empedu sekunder (pada 2-6% klien) saluran empedu menciut kembali dan batu muncul lagi)

VIII. Konsep asuhan keperawatan
1. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, diagnose medis, nomor rumah sakit, dan tanggal masuk rumah sakit.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada saat pengkajian biasanya pasien merasakan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas, dan menyebar ke punggung, kolik epigastrium tengah, mual /muntah, anoreksia.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri pada abdomen bagian atas dan dapat menyebar ke punggung / bahu kanan, nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya muncak dalam 30 menit, dapat mual, muntah.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien pernah menderita kolelitiasis dan sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesis titis akut. Dan dipengaruhi oleh penyakit diabetes, sirosis hati, pankreatitris, reksi ileum, DM, obesitas.
d. Riwayat Kesahatan Keluarga
Adanya riwayat kehamilan/melahirkan dengan riwayat DM, penyakit informasi usus, diskrasias darah. Penyakit ini tidak menurun, tetapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : biasanya klien terlihat cemas, cepat lelah dan terliat lemah.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan tahap klinik kolelitiasis. Pada survey umum bisa terlihat sakit ringan sampai lemah atau kelelahan. TTV biasanya normal atau mungkin didapatkan perubahan, seperti: hipertermi, takikardia, hipotensi atau peningkatan frekuensi nafas yang berhubungan dengan inflamasi sistemik.
a. Sistem penglihatan : biasanya ditemukan sklera ikterus, sebagai respon peningkatan bilirubin dalam darah.
b. Sistem urogenital : biasanya ditemukan urine berwarna gelap/coklat
c. Sistem integumen : Ikterus seluruh tubuh.
d. Sistem pencernaan
Inspeksi : Pada gastrointestinal biasanya didapatkan regurgitasi dan flatunasi. Urin gelap/coklat, feses seperti tanah liat, skatore
Auskultasi : Pada kasus yang parah, suara usus sering tidak didapatkan atau hipoakti
Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung
Palpasi : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/kuadran kanan atas. Hal ini dapat diperoleh dengan pasien menghirup sementara pemeriksa tetap menjaga tekanan dibawah kosta kanan (tanda murphy). Lokasi rebound tenderness, ketegangan otot abdominal mungkin terjadi akibat peradangan perikolesistik.

IX. Analisa Data

NoDataEtiologiMasalah
1DS : Pasien mengeluh nyeri ulu hati          DO : perut tegang, pasien erlihat meringis, skala nyeri 0-5kantong empedu terinfeksi, terjai proses peradangan, pembengkakan dan di penuhi sel-sel radang lymfosit, Merangsang serabut saraf reseptor nyeri untuk mengeluarkan enzim bradikinin, histamin, serotinin, kedalam thalamus, nyeri dipersepsikanGangguan rasa nyaman : nyeri
2DS : Pasien mengatakan mual, perut teraa penuh, nafsu makan berkurang,       DO : Porsi makan tidak habis, BB turunGangguan pada empedu menyebabkan berkurangnya bilirubin direk deudenum sehingga suasana deudenum menjadi asam, mengiritasi deudenum, imfuls iriatif ke otak, merangsang medula vomiting center, mualGangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
3DS : Pasien mengatakan Demam dan kepala terasa pusing              DO : Suhu tubuh 38, bibir pecah-pecah, keringat banyak keluarInvasi kuman kedalam tubuh, melakukan proses peradangan, bakteri melepas endokrin merangsang tubuh untuk melepas zat pathogen dan oleh leukosit, impuls disampaikan ke hypotalamus bgian thermoregulator melalui ductus trofacicus, suhu tubuh meningkatGangguan hypertermi
4DS : Pasien mengeluh kulitnya gatal-gatal        DO : Kuit Ikteruspeningkatan jumlah bilirubin dalam tanah, ikterus, terjadi penumpukan bilirubin pada lapisan bawah kulit, gatal-gatal pada kulitResiko kerusakan integritas kulit
5DS : Pasien mengatakan cemas terhadap penyakitnya,     DO : Pasien sering  bertanya tentang penyakit dan pengobatan dirinya, pasien terlihat cemaskurang pengetahuan pasien tentang penyakitya dan proses perubahannya, merupakan stressor bagi pasien, pasien menjadi cemas Gangguan rasa aman cemas
6DS : pasien mengatakan mudah lelah dan cape  DO : Ekstremitas tampak lemas, ADL dibantu oleh keluargaadanya nyeri perut pada bagian kanan atas, menimbulkan persepsi pasien untuk takut bergerak, atropi otot, lemah dan capai, ADL menuun Gangguan pemenuhan ADL
X. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus kolelitiasis adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan, agen cidera biologis proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan (nekrosis).
2. Hypertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
3. Aktual/resiko tinggi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan asam lambung
4. Gangguan rasa nyaman cemas b.d kurangnya pengetahuan
5. Gangguan pemenuhan ADL b.d atropi oto, kelemahan fisik
6. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah berlebihan
7. Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasif, faktor mekanik.

XI. Rencana tindakan keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan
Tujuan :
Rasa nyaman nyeri terpenuhi dengan kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pasien tidak tampak kesakitan
- Skala nyeri menurun
- Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Observasi dan catat lokasi (beratnya skala 0-10) dan karakteristik nyeri (menetap, hilang timbul, kolik).
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman
4. Ajarkan tehnik non farmakologi misalnya relaksasi, distraksi dll.
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional :
1. Untuk menentukan keadaan umum klien
2. Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.
3. Meningkatkan istirahat tirah baring pada posisi fowler rendah dapat menurunkan tekanan intra abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menhilangkan nyeri secara alamiah.
4. Dapat menurunkan nyeri yang dirasakan
5. Analgetik dapat mengatasi nyeri yang dirasakan

2. Aktual/resiko tinggi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Kebbutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Tidak terjadi gangguan nutrisi
- Porsi makan habis
- Bb kembali normal 
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, BB, integritas mukosa, riwayat mual/muntah.
2. Pertahankan kebersihan mulut
3. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit (diet cair rendah lemak, rendah lemak tinggi serat)
Rasional :
1. Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
2. Akumulasi pertikel makanan dimulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
3. Memudahkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi
4. Dafat mempengaruhi nafsu makan dan membangkitkan nafsu makan.
5. Merencanakan diet dengan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan perubahan metabolik pasien.

3. Hypertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
Keseimbangan suhu tubuh kembali normal, dengan kriteria hasil :
- Suhu tubuh menurun/normal
- Keringat yang keluar berkurang
- Bibir lembab
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital, terutama suhu.
2. Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis
3. Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha, leher bagian belakang
4. Anjurkan pasien banyak minum ± 2 liter/hari
5. Kolaborasi dalam pemberian obat anti piretik 
Rasional :
1. Dapat mendeteksi dini tanda-tanda peningkatan suhu tubuh.
2. membantu mempermudah penguapan panas
3. dapat mempercepat penurunan suhu tubuh
4. untuk menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh
5. dapat membantu menurunkan panas

4. Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasif, faktor mekanik, ikterus
Gangguan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil : menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan / mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1. Observasi kulit, sclera dan perubahan warna urin.
2. Berikan masase pada daerah kulit yang mengalami gangguan
3. Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
4. Pertahankan lingkungan dingin.
5. Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
6. Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional :
1. Terjadinya icterik mengindikasikan adanya obstruksi aliran empedu.
2. Bermanfaat dalam menurukan iritasi kulit.
3. Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
4. Kesejukan mengurangi gatal.
5. Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan
barier kulit.
6. Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan

5. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah berlebihan
Menunjukan cairan adekuat, dengan kriteria hasil :
Tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgos kulit baik, pengisian kapiler baik, secra individu mengeluarkan urine cukup, dan tidak ada muntah. 
Intervensi :
1. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine. Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
2. Awasi tanda / gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
3. Hindarkan dari lingkungan yang berbau
4. Kaji perdarahan yang tidak biasa, contoh: perdarahan terus-menerus pada sisi injeksi, mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, petekie, hematemesis/melena.
5. Kolaborasi : Berikan antimetik.
6. Kolaborasi : Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K.
Rasional :
1. Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
2. Muntah bekepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasiukan oral dapat menimbulkan defisit natrium, kalium dan klorida.
3. Menurunkan rangsangan pada pusat muntah
4. Protrombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko perdarahan/hemoragi.
5. Menurunkan mual dan mencegah muntah
6. Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.

XII. Daftar Pustaka
Arif muttaqin dan kumala sari, 2011 Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Brruner & suddarth, 2001 Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Dongoes. M.E, 2000 Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Harisson. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol 4. Jakarta : EGC

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon