Friday, October 13, 2017

PENYAKIT ISPA

laporan mengenai penyakit ISPA

1. Pengertian ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2005):
a) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b) Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
c)  Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Infeksi saluran pernapasan akut adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) temasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga disekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan pleura. (Depkes RI, 2009).

2. Pengertian pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus biasa disebut (broncho pneumonia) (Misnadiarly, 2008).

3. Etiologi
a. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA adalah bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordetela dan Corinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikonavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. (Depkes RI, 2009).
b. Etiologi pneumonia
Etiologi pneumonia sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar untuk diperoleh. Sedangkan prosedur untuk pemeriksaan immunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia.
Penetapan etiologi pneumonia yang dapat diandalkan adalah biakan dari aspirat paru dan darah, tetapi punksi paru merupakan prosedur yang berisiko dan bertentangan dengan etika jika hanya dimaksudkan untuk penelitian. Oleh karena itu di Indonesia masih menggunakan hasil penelitian dari luar negeri (Depkes RI, 2009).

4. Klasifikasi penyakit ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA berdasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas sesuai umur. (Depkes RI, 2009) terdiri dari:
a. Klasifikasi berdasarkan batuk dan kesukaran bernafas.
Dalam menentukan klasifikasi penyakit di bedakan atas 2 kelompok, yaitu kelompok untuk umur 2 bulan –  < 5 tahun dan kelompok umur < 2 bulan.
1) Untuk kelompok umur 2 bulan –  < 5 tahun klasifikasi di bagi atas :
a) Pneumonia berat
b) Pneumonia
c) Bukan pneumonia
2) Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi di bagi atas :
a) Pneumonia berat
b) Bukan pneumonia
Klasifikasi pneumonia berat berdasarkan tanda penyerta selain batuk dan atau sukar bernafas disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak umur 2 bulan – < 5 tahun (Depkes RI, 2009).
Untuk anak umur < 2 bulan, klasifikasi pneumonia berat ditandai dengan napas cepat >60 kali atau lebih/menit atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) (Depkes RI, 2009)
Klasifikasi pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas cepat sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak usia 1 - < 5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit (Depkes RI, 2009).
Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (Pedoman Pengendalian Penyakit ISPA Depkes RI, 2009).

5. Tanda dan gejala ISPA
Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam.
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis)
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.
2) Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer)
3) Tenggorokan berwarna merah
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)
c. Gejala dari ISPA Berat
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Bibir atau kulit membiru
2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
3) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
4) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
6) Tenggorokan berwarna merah
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
a) Tanda-tanda klinis:
1) Pada sistem respiratorik adalah tachypnea, napas tak teratur (apnea).
2) Retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
3) Pada sistem cardial adalah tachycardia, bradycardia, hypertensi, hypotensi. dan cardiac arrest.
4) Pada sistem cerebral adalah gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung,  kejang dan coma.
5) Pada hal umumnya adalah letih dan berkeringat banyak.
b) Tanda-tanda laboratoris
1) hypoxemia
2) hypercapnia dan
3) acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin (http://nurrijal-ispabio.blogspot.com/ diperoleh tanggal 05 februari 2013).

6. Pencegahan ISPA
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam mencegah penyakit ISPA yaitu :
a. Menjaga keadaan gizi tetap dalam keadaan baik. Berikan ASI eksklusif (hanya ASI tanpa makanan dan minuman lain sampai bayi berusia 6 bulan). Makan makanan yang seimbang, beraneka ragam termasuk sayur dan buah. Tidak perlu yang mahal tapi bergizi.
b. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, cukup istirahat dan olahraga teratur. Misalnya saja tidak merokok di dalam ruangan, menjaga lingkungan sekitar dalam keadaan bersih.
c. Membiasakan cuci tangan.
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap habis BAK/BAB, mau makan, menyiapkan makanan.
d. Berikan imunisasi seperti Hib, DPT, PCV.
Untuk imunisasi DPT yang berguna untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus merupakan salah satu jenis imunisasi dasar bagi bayi yang ditanggung oleh Pemerintah.
e. Hindari kontak terlalu dekat dengan penderita ISPA.
f. Ventilasi rumah yang cukup.
g. Selain jumlah ventilasi yang cukup juga pemakaiannya agar fungsi ventilasi maksimal.

7. Penatalaksanaan ISPA
a. Penatalaksanaan ISPA di Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
1) Penatalaksanaan pneumonia berat
Tata laksana:
a). Anak dirawat di rumah sakit.
Terapi antibiotic:
b). Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respon yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
c). Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum atau makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, latergis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
d). Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin-klorafenikol atau ampisilin-gentamisin.
e). Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
f). Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
g). Apabila diduga pneumonia stafilokokal yang ditandai dengan adanya pneumatokel atau pneumotoraks dengan efusi pleura pada foto dada, ditemukannya kokus gram positif yang banyak pada sediaan apusan sputum, ganti antibiotic dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari sampai 3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
Terapi oksigen:
h). Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat.
 i).  Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.
j). Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan.
k). Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang berat atau napas = 70 kali/menit) tidak ditemukan lagi.
l). Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau prong tidak tersumbat oleh mukus dan berada ditempat yang benar serta memastikan semua sambungan baik.
Perawatan penunjang:
m). Bila anak disertai demam (= 39oC) yang tampaknya menyebabkan distress, beri parasetamol.
n). Bila ditemukan adanya wheeze , beri brokhodilator.
o). Bila terdapat secret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan.
p). Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak.
q). Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral
r). Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastric untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastric, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.
s). Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan dalam menerimnya.
Pemantauan:
?). Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh dokter minimal 1 kali per hari (pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, 2009).
2) Penatalaksanaan pneumonia (pneumonia ringan)
Tata laksana:
a) Anak dirawat jalan
b) Beri antibiotik : kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB/hari) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk anak dengan HIV diberikan selama 5 hari.
Tindak lanjut:
c) Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.
Ketika anak kembali:
d) Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
e) Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotic lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
f) Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak dirumah sakit (pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, 2009).
3) Penatalaksanaan bukan pneumonia
Keadaan ini sering ditemukan, biasanya akibat infeksi virus yang sembuh sendiri dan hanya memerlukan perawatan suportif. Antibiotic tidak perlu diberikan. Wheezing atau stridor dapat terjadi pada beberapa anak, terutama bayi. Hampir semua gejala tersebut hilang dalam 14 hari.
Tata laksana:
a) Anak cukup rawat jalan.
b) Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk dengan obat yang aman, seperti minuman hangat manis.
c) Redakan demam yang tinggi (= 39oC) dengan parasetamol, apabila demam menyebabkan distress pada anak.
d) Bersihkan secret atau lender hidung anak dengan lap basah yang dipelintir menyerupai sumbu, sebelum memberi makan.
Tindak lanjut:
e) Anjurkan ibu untuk memberi makan/ minum anak, memperhatikan dan mengawasi adanya napas cepat atau kesulitan bernapas dan segera kembali, jika terdapat gejala tersebut (pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, 2009).
b. Penatalaksanaan ISPA dirumah
Untuk perawatan ISPA dirumah ada beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan paracetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada iar (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberikan obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok the dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok the, diberikan tiga kali sehari.
3) Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit – sedikit tetapi berulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih – lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusui tetap diteruskan. Nafsu makan yang memburuk mungkin dapat dicoba diatasi
4) Pemberian minuman
5) Lain – lain.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon