Monday, October 23, 2017

PROSES KEPERAWATAN DALAM KEPERAWATAN JIWA

proses keperawatan dalam keperawatan jiwa


Proses keperawatan merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan pada pasien (individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis, dan teratur (Depkes,1998;Keliat, 1999). Proses ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pelaksanaan proses keperawatan jiwa bersifat unik, karena sering kali pasien memperlihatkan gejala yang berbeda untuk kejadian yang sama, masalah pasien tidak dapat dilihat secara langsung, dan penyebabnya bervariasi. Pasien banyak yang mengalami kesulitan menceritakan permasalah yang dihadapi, sehingga tidak jarang pasien menceritakan hal yang sama sekali berbeda dengan yang dialaminya. Perawat jiwa dituntut memiliki kejelian yang dalam saat melakukan asuhan keperawatan. Proses keperawatan jiwa dimulai dari pengkajian (termasuk analisis data dan pembuatan pohon masalah), perumusan diagnosis, pembuatan kriteria hasil, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Fortinash, 1995).

Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan data, analisis data, dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002) karena hal tersebut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Oleh karenanya, dapat membantu pasien menyelesaikan masalah sesuai kemampuan yang dimilikinya.
Stuart dan Sundeen (2002) menyebutkan bahwa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki pasien adalah aspek yang harus digali selama proses pengkajian.
Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal berikut.
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama/alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fiik/biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Pengetahuan
11. Aspek medis
Format pengkajian dan petunjuk teknis pengisian format pengkajian terlampir pada bagian akhir pokok bahasan ini. Data tersebut dapat dikelompokkan menjadi data objektif dan data subjektif. Data objektif adalah data yang didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan secara langsung oleh perawat. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan/atau keluarga sebagai hasil wawancara perawat. Jenis data yang diperoleh dapat sebagai data primer bila didapat langsung oleh perawat, sedangkan data sekunder bila data didapat dari hasil pengkajian perawat yang lain atau
catatan tim kesehatan lain. Setelah data terkumpul dan didokumentasikan dalam format pengkajian kesehatan jiwa, maka seorang perawat harus mampu melakukan analisis data dan menetapkan suatu kesimpulan terhadap masalah yang dialami pasien. Kesimpulan itu mungkin adalah sebagai berikut.

1. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan.
a. Pasien memerlukan pemeliharaan kesehatan dengan follow up secara periodik, karena tidak ada masalah serta pasien telah memiliki pengetahuan untuk antisipasi masalah.
b. Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah.
2. Ada masalah dengan kemungkinan.
a. Risiko terjadinya masalah, karena sudah ada faktor yang mungkin dapat menimbulkan masalah.
b. Aktual terjadi masalah dengan disertai data pendukung.
 
Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah masalah pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (FASID, 1983; INJF, 1996). Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah yang berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effct). Meskipun demikian, sebaiknya pohon masalah merupakan sintesis dari semua masalah keperawatan yang ditemukan dari pasien. Dengan demikian, pohon masalah merupakan rangkat urutan peristiwa yang menggambarkan urutan kejadian masalah pada pasien sehingga dapat mencerminkan psikodimika terjadinya gangguan jiwa.
1. Masalah utama adalah prioritas masalah dari beberapa masalah yang ada pada pasien. Masalah utama bisa didapatkan dari alasan masuk atau keluhan utama saat itu (saat pengkajian).
2. Penyebab adalah sal satu dari beberapa masalah yang merupakan penyebab masalah utama, masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian seterusnya.
3. Akibat adalah salah satu dari beberapa akibat dari masalah utama. Efek ini dapat menyebabkan efek yang lain dan demikian selanjutnya.

Contoh pohon masalah ini menggambarkan proses terjadinya masalah risiko mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Pada penerapan di kasus nyata, semua daftr masalah yang ditemukan saat pengkajian keperawatan harus diidentifiasi dan disusun berdasar urutan peristiwa sehingga menggambarkan psikodinamika yang komprehensif.

Diagnosis
Menurut Carpenito (1998), diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual atau potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/ proses kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu Permasalahan (P) berhubungan dengan Etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat. Misalnya pada pohon masalah di atas, maka dapat dirumuskan diagnosis sebagai berikut.
1. Sebagai diagnosis utama, yakni masalah utama menjadi etiologi, yaitu risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
Pada rumusan diagnosis keperawatan yang menggunakan typology single diagnosis, maka rumusan diagnosis adalah menggunakan etiologi saja. Berdasarkan pohon masalah di atas maka rumusan diagnosis sebagai berikut.
1. Perubahan sensori persepsi: halusinasi.
2. Isolasi sosial: menarik diri.
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis.

Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan, dan rasional. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian masalah (P). Tujuan ini dapat dicapai jika tujuan khusus yang ditetapkan telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E). Tujuan ini merupakan rumusan kemampuan pasien yang harus dicapai. Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas tiga aspek, yaitu sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 2002).
1. Kemampuan kognitif diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosis keperawatan.
2. Kemampuan psikomotor diperlukan agar etiologi dapat selesai.
3. Kemampuan afektif perlu dimiliki agar pasien percaya akan kemampuan menyelesaikan masalah.

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat dilaksanakan untuk mencapai setiap tujuan khusus. Sementara rasional adalah alasan ilmiah mengapa tindakan diberikan. Alasan ini bisa didapatkan dari literatur, hasil penelitian, dan pengalaman praktik. Rencana tindakan yang digunakan di tatanan kesehatan kesehatan jiwa disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa Indonesia. Standar keperawatan Amerika menyatakan terdapat empat macam tindakan keperawatan, yaitu (1) asuhan mandiri, (2) kolaboratif, (3) pendidikan kesehatan, dan (4) observasi lanjutan.
Tindakan keperawatan harus menggambarkan tindakan keperawatan yang mandiri, serta kerja sama dengan pasien, keluarga, kelompok, dan kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa yang lain.
Mengingat sulitnya membuat rencana tindakan pada pasien gangguan jiwa, mahasiswa disarankan membuat Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan (LPSP), yang berisi tentang proses keperawatan dan strategi pelaksanaan tindakan yang direncanakan. Proses keperawatan dimaksud dalam LPSP ini adalah uraian singkat tentang satu masalah yang ditemukan, terdiri atas data subjektif, objektif, penilaian (assessment), dan perencanaan (planning) (SOAP). Satu tindakan yang direncanakan dibuatkan strategi pelaksanaan (SP), yang terdiri atas fase orientasi, fase kerja, dan terminasi.
Fase orientasi menggambarkan situasi pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan, kontrak waktu dan tujuan pertemuan yang diharapkan. Fase kerja berisi beberapa pertanyaan yang akan diajukan untuk pengkajian lanjut, pengkajian tambahan, penemuan masalah bersama, dan/atau penyelesaian tindakan. Fase terminasi merupakan saat untuk evaluasi tindakan yang telah dilakukan, menilai keberhasilan atau kegagalan, dan merencanakan untuk kontrak waktu pertemuan berikutnya.
Dengan menyusun LPSP, mahasiswa diharapkan tidak mengalami kesulitan saat wawancara atau melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Hal ini terjadi karena semua pertanyaan yang akan diajukan sudah dirancang, serta tujuan pertemuan dan program antisipasi telah dibuat jika tindakan atau wawancara tidak berhasil.
Berikut salah satu contoh bentuk LPSP.

LAPORAN PENDAHULUAN STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAwATAN (SP 1)
Senin, 15 September 2013
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien:
Bapak D mendengar suara-suara yang memaki-maki dirinya, ekspresi wajah tampak tegang, gelisah,
dan mulut komat-kamit.
2. Diagnosis/Masalah Keperawatan: Gangguan sensori persepsi: halusinasi
3. Tujuan:
TUM : Klien tidak mencederai, diri, orang lain, dan lingkungan
Tuk 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tuk 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
Tuk 3 : Klien dapat mengontrol halusinasi
4. Tindakan keperawatan.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya dan diskusikan dengan klien mengenai isi,
waktu, frekuensi halusinasi, situasi yang menimbulkan halusinasi, hal yang dirasakan jika berhalusinasi,
hal yang dilakukan untuk mengatasi, serta dampak yang dialaminya.
c. Identifiasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
d. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi.
e. Bantu klien memilih satu cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
B. Strategi Pelaksanaan
Orientasi:
“Selamat pagi pak, nama saya Rizki, nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana dengan tidurnya semalam?”
“ Tidak bisa tidur? Apa yang menyebabkan Bapak tidak bisa tidur?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang membuat bapak tidak bisa tidur? Di
mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit”
Kerja:
“Bapak D mendengar suara tanpa ada wujud?Apa yang dikatakan suara itu?”
“ Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering Bapak D dengar suara?
Berapa kali sehari Bapak D alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?”
“Saya mengerti Bapak D mendengar suara itu tapi saya sendiri tidak mendengarnya”. “Apa yang bapak
D rasakan pada saat mendengar suara itu?” “Apa yang Bapak D lakukan saat mendengar suara itu?
Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?”
“Bapak D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara
tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
“Caranya yaitu saat suara-suara itu muncul, langsung Bapak D bilang, ‘Pergi saya tidak mau dengar, … Saya
tidak mau dengar. Kamu suara palsu’. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba
bapak D peragakan! Nah begitu, … bagus! "Coba lagi!" "Ya bagus Bapak D sudah bisa”.
“Sekarang cara yang sudah Bapak bisa itu kita masukkan ke dalam jadwal yah Pak?”
“Jam berapa saja Bapak D mau latihan?” “Selain jam 11 jam berapa lagi?" "Yah jam 4 sore ya Pak, bagaimana
kalau malam hari juga, karena Bapak D dengar suara itu malam hari, baiklah jam berapa Bapak D mau
latihan untuk yang malam hari?” "Jam 9 malam yah Bapak D? Saya tulis disini Bapak D”.
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak D setelah latihan tadi? Bisa Bapak D ulang lagi cara apa saja yang bisa Bapak
D lakukan untuk mengurangi suara-suara itu?" "Bagus sekali, Bapak D bisa peragakan kembali satu cara
yang sudah kita praktikkan?" "Bagus ya Bapak D. Kalau Bapak lihat jadwal ini jam berapa saja Bapak D
harus latihan?" "Bagus Bapak D, jadi nanti jangan lupa di jam itu Bapak D harus latihan ya!” "Bagaimana
kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua?
Jam berapa Bapak D? Bagaimana kalau satu jam lagi? Berapa lama kita akan bicara? Di mana tempatnya.
Sampai ketemu nanti ya Pak, selamat pagi Bapak D?”

implementasi Tindakan Keperawatan
Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini (here and now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa diimplementasikan.
Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat harus membuat kontrak dengan pasien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta pasien yang diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan terkait dengan standar tindakan yang telah ditentukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan apa yang telah

Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.
S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap masalah yang ada.
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut.
1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
2. Rencana dimodifiasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan tetapi hasil belum memuaskan).
3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada).
Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan keadaan baru.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon