1. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar, terdapatnya waham, ganguan persepsi, afek abnormal dan autisme. (Ayub, 2011).
Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut Nancy Andreasen (2008) bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik. Melinda Hermann (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (iyus, 2009).
2. Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia rata-rata (0,85%). Angka insidens skizofrenia adalah 10.000 orang per tahun.
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar, terdapatnya waham, ganguan persepsi, afek abnormal dan autisme. (Ayub, 2011).
Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut Nancy Andreasen (2008) bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik. Melinda Hermann (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (iyus, 2009).
2. Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia rata-rata (0,85%). Angka insidens skizofrenia adalah 10.000 orang per tahun.
Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Individu yang di diagnosis dengan skizofrenia 60-70% tidak pernah menikah.
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Benhard, 2007)
3. Tanda Gejala Skizofrenia
Secara general menurut (iyus yosef 2009) gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi dua, yaitu: gejala positif dan negatif.
a. Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Klien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucination, gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangan berbahaya, seperti bunuh diri
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah-kuning-hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berfikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu memperoses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena klien skifrenia tidak mampu mengatur pikirannya mebuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya (iyus 2009).
b. Gejala negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selau menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia. Mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Di samping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang di usia muda 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi di usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi (iyus 2009 .
4. Tipe-Tipe Skizofrenia
a. Skizofrenia Hebefrenik
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa kekanak-kanakan, yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari (Ayub, 2011).
b. Skizofrenia Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (Ayub, 2011)
c. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul.
Kadangkala disertai dengan kecemasan yang tak berfokus suka bertengkar/berdebat, dan tindak kekerasanterdapat kebingungan tentang identitas jenis. Onset skizofrenia tpe paranoid pada umumnya terjadi dalam usia lebih lanjut dibanding tipe lain (Ayub, 2011).
d. skizofrenia Tipe Tak Tergolongkan
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan (Ayub, 2011).
e. Skizofrenia Tipe Residual
Dalam riwayat penyakit terdapat paling sedikit satu priode skizofrenia dengan gejala psikotik yang menonjol.Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinankeyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional.Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik dirii secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar (Ayub, 2011)
5. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual .
Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan.
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (ayub, 2011).
6. Penyebab (Etilogi)
Terdapat beberapa pendekatan untuk mengetahui dan memahami penyebab dari skizofrenia, diantaranya :
a. Organobilogik
Gangguan jiwa skizofrenia tidak terjadi dengan sendiri begitu saja. Ada banyak faktor yang berperan serta bagi munculnya gejala skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui penyebab (etio-logy) skizofrenia antara lain:
1) Faktor genetik
2) Virus
3) Auto-antibody
4) Malnutrisi
Sejauh manakah peran genetik pada skizofrenia? Dari penelitian di peroleh gambaran sebagai berikut:
a) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6% ; saudara kandung 10,1%; anak-anak 12,8% dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
b) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik (monozygote) 59,2%, sedangkan kembar non identik atau fraternal (dizygote) 15,2%.
Meskipun diakui bahwa ada peran gen transmisi (pemindahan) skizofrenia namun ternyata tidak sepenuhnya karena transmisi gen pada skizofrenia sangat kompleks dan dipengaruhi banyak faktor lainnya.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnyanskizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan perkembangan otak janin muncul misalnya karena virus, malnutrisi (kekurangan gizi), infeksi, trauma, toksin, dan kelainan hormonal yang terjadi selama kehamilan.
Skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut faktor efigenetik. Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia baru muncul bila terjadi interaksi antara gen yang abnormal dengan:
a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin.
b) Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan.
c) Berbagai macam komplikasi kandungan.
d) Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama kehamilan (Dadang , 2007)
b. Psikodinamik
Mengapa seseorang jatuh sakit (menderita skizofrenia) sementara oranglain tidak? Secara umum dan sederhana kejadian tersebut dapat diterangkan dengan menggunakan rumus :
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Benhard, 2007)
3. Tanda Gejala Skizofrenia
Secara general menurut (iyus yosef 2009) gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi dua, yaitu: gejala positif dan negatif.
a. Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Klien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucination, gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangan berbahaya, seperti bunuh diri
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah-kuning-hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang.
Kegagalan berfikir mengarah kepada masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu memperoses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena klien skifrenia tidak mampu mengatur pikirannya mebuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa memperdulikan sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya (iyus 2009).
b. Gejala negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selau menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia. Mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Di samping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang di usia muda 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi di usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi (iyus 2009 .
4. Tipe-Tipe Skizofrenia
a. Skizofrenia Hebefrenik
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa kekanak-kanakan, yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari (Ayub, 2011).
b. Skizofrenia Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (Ayub, 2011)
c. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul.
Kadangkala disertai dengan kecemasan yang tak berfokus suka bertengkar/berdebat, dan tindak kekerasanterdapat kebingungan tentang identitas jenis. Onset skizofrenia tpe paranoid pada umumnya terjadi dalam usia lebih lanjut dibanding tipe lain (Ayub, 2011).
d. skizofrenia Tipe Tak Tergolongkan
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan (Ayub, 2011).
e. Skizofrenia Tipe Residual
Dalam riwayat penyakit terdapat paling sedikit satu priode skizofrenia dengan gejala psikotik yang menonjol.Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinankeyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional.Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik dirii secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar (Ayub, 2011)
5. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual .
Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan.
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (ayub, 2011).
6. Penyebab (Etilogi)
Terdapat beberapa pendekatan untuk mengetahui dan memahami penyebab dari skizofrenia, diantaranya :
a. Organobilogik
Gangguan jiwa skizofrenia tidak terjadi dengan sendiri begitu saja. Ada banyak faktor yang berperan serta bagi munculnya gejala skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui penyebab (etio-logy) skizofrenia antara lain:
1) Faktor genetik
2) Virus
3) Auto-antibody
4) Malnutrisi
Sejauh manakah peran genetik pada skizofrenia? Dari penelitian di peroleh gambaran sebagai berikut:
a) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6% ; saudara kandung 10,1%; anak-anak 12,8% dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
b) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik (monozygote) 59,2%, sedangkan kembar non identik atau fraternal (dizygote) 15,2%.
Meskipun diakui bahwa ada peran gen transmisi (pemindahan) skizofrenia namun ternyata tidak sepenuhnya karena transmisi gen pada skizofrenia sangat kompleks dan dipengaruhi banyak faktor lainnya.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnyanskizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan perkembangan otak janin muncul misalnya karena virus, malnutrisi (kekurangan gizi), infeksi, trauma, toksin, dan kelainan hormonal yang terjadi selama kehamilan.
Skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut faktor efigenetik. Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia baru muncul bila terjadi interaksi antara gen yang abnormal dengan:
a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin.
b) Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan.
c) Berbagai macam komplikasi kandungan.
d) Kekurangan gizi yang cukup berat terutama pada trimester pertama kehamilan (Dadang , 2007)
b. Psikodinamik
Mengapa seseorang jatuh sakit (menderita skizofrenia) sementara oranglain tidak? Secara umum dan sederhana kejadian tersebut dapat diterangkan dengan menggunakan rumus :
Keterangan:
I = Individu, yaitu seseorang yang sudah mempunyai bakat-bakat tertentu, kepribadian yang rentan (vulnerable personality) ataupun faktor genetik; yang kesemuanya itu merupakan faktor predisposisi yaitu kecenderungan untuk menjadi sakit.
S = Situasi, yaitu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu yang bersangkutan misalnya stresor psikososial.
R = Reaksi, yaitu respons dari individu yang bersangkutan setelah mengalami situasi yang tidak mengenakan (tekanan mental) sehingga ia mengalami frustasi yang pada gilirannya menjadi jatuh sakit.
Terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu: teori homeostatik-deskriptif dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan atau homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan jiwa tersebut. Sebagai contoh eugen bleurer menguraikan gejala skizofrenia ada 2 bagian yaitu gejala primer dan skunder.
Sedangkan teori fasilitatif-etiologik, diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitas) penyebab suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya dan penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh melanie klein bahwa skizofrenian muncul karena terjadi fiksasi pada fase paranoid-skizofrenoid pada perkembangan awal masa bayi. Teori lain menyatakan bahwa pada penderita skizofrenia memang sudah terdapat faktor psikogenik sebelumnya.
Selanjutnya menurut teori freud suatu gangguan jiwa muncul akibat terjadinya konflik internal (dunia dalam) pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia luar (Dadang, 2007).
c. Psikoreligius
Dari sudut pandang agama (islam), konsep id, ego dan super ego dari teori freud sebenarnya sudah ada hanya peristilahannya berbeda. Manusia adalah makhluk fitrah, sejak manusia lahir sudah dibekali dengan dorongan-dorongan atau nafsu seperti nafsu makan, minum, agresif dan nafsu seksual. Tanpa adanya dorongan nafsu sebagaimana contoh di muka, maka manusia tidak akan dapat mempertahankan diri keberadaannya di dunia. Misalnya bila seseorang kehilangan nafsu makan dan minum dengan sendirinya kondisi fisik akan melemah yang akan memudahkan infeksi penyakit dan bila hal ini berkepanjangan dapat menyebabkan kematian.bila seseorang kehilangan nafsu agresivitas, maka ia tidak mampu mempertahankan diri dari serangan agresivitas pihak lawan, hal ini dapat dilihat di dalam peperangan. Bila seseorang kehilangan nafsu seksual, maka ia tidak tertarik kepada lawan jenis sehingga tidak terjadi perkawinan dan tidak ada keturunan. Dorongan nafsu sebagaimana uraian di atas dikenal dalam teori freud sebagai id.
Dalam melaksanakan kebutuhan nafsu itu manusia berbeda dengan makhluk hewan, karena pada diri manusia sudah ada fitrah ke tuhanan yang berisikan akal, moral dan etika sehingga manusia itu dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak. Fitrah ketuhanan ini dalam freud disebut sebagai super ego, dalam agama islam dapat dianalogikan dengan iman yang berfungsi sebagai pengendalian diri (self control). Oleh karena itu dalam memenuhi kebutuhan nafsu seksual manusia diatur oleh hukum tertulis maupun tidak tertulis berdasarkan adat istiadat, hukum negara dan hukum agama.
Manusia melaksanakan kebutuhan-kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak. Dalam konsep freud akhlak ini disebut ego. Akhlak seseorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil tarik menarik antara nafsu dan iman (dadang, 2007).
d. Psikososial
Faktor psikososial dianggap sebagai faktor presipatasi dan perpetuasi terjadinya/relapsnya gangguan skizofrenia. Skizofrenia ditinjau dari faktor psikososial sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga dan stressor psikososial. Pasien yang keluarganya memiliki emosi ekspresi (EE) yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada pasien yang berasal dari keluarga berkspresi yang rendah
Beberapa ahli menyatakan bahwa industrialisasi terlibat dalam skizofrenia. Walaupun beberapa data mendukung teori tersebut namun stress sebenarnya dianggap dapat menimbulkan efek utama dalam menentukan onset dan keparahan penyakit ( Ayub 2011)
e. Model diatesis-stress
Suatu model untuk integritas faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis). Ada kemungkinan lingkungan menimbulkan stress. Pada model diatesis stress yang paling umum maka diatesis atau stress dapat berupa biologis atau lingkungan dari keduanya.
Komponen lingkungan dapat berupa biologis (sebagai contoh infeksi) atau psikologis ( sebagai contohnya situasi dalam keluarga yang penuh ketegangan atau kematian temen dekat. Dasar biologis untuk suatu diatesis dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti penyalahgunaan zat, psikologis dan trauma (ayub, 2011).
7. Penatalaksanaan
a. Terapi psikofarmaka
Pengobatan antipsikotik yang diperkenalkan awal tahun 1950-an, telah merevolusi penanganan skizofrenia. Kurang lebih dua samapai empat kali lipat pasien mengalami relaps bila diobati dengan obat anti psikotik. Namun obat-obat ini hanya mengatasi gejala gangguan dan tidak menyembuhkan skizofrenia.
Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin ( klorpromazin dan haloperidol) dan antagonis serotonin dopamin (risperidon dan klozapin).
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia terutama terhadap gejala positif (waham). Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama persentasenya hanya kecil sekitar (25%) yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara bermakna.kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping akatisia dan gejala lir-parkinsonian.
Antagonis serotonin dopamin dapat mempengaruhi serotinin maupun glutamat. Obat ini menangani efek gejala negatif dari skizofrenia (menarik diri). Obat yang disebut juga antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik antogonis reseptor dopamin yang tipikal. Beberapa obat yang telah di setujui adalah klozapin, resperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon (sadock, 2010).
Obat yang digunakan untuk mengobati psikosis memilki banyak sebutan yaitu anti psikotik, neuroleptic dan mayor trangquiles. Antipsikotik dimaksudkan dalam rangka mengatasi psikosis, termasuk skizofrenia
Efek terapi obat-obatan ini terlihat sewaktu dipakai pada psikosis akut. Efeknya mengurangi gejala positif antaralain halusinasi, tidak mau makan, tidak kooperatif dan adanya gangguan pikiran.
Gejala positif skizofrenia bereaksi secara responsive terhadap obat anti psikotik, sedang gejala seperti misalnya: pendataran afek, apati, anhedonia, dan blockade diri, hamper-hampir tak berguna (Ayub, 2011).
b. Terapi elektrokonvulsif
Efektif pada sebagian pasien skizofrenia, khususnya subtype katatonik. Pasien dengan lama penyakit kurang dari satu tahun merupakan jenis skizofrenia yang paling responsive dengan pemberian terapi elektrokonvulsif (Ayub, 2011)..
c. Terapi Psikososial
Terapi psikososial mencakup berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan sosial, kecukupan diri, keterampilan praktis, dan komunikasi interpersonal. Tujuaanya untuk memungkinkan seseorang yang sakit parah untuk membangun keterampilan sosial dan keterampilan pekerjaan untuk hidup yang mandiri. Penanganan semacam ini di laksanakan di berbagai tempat seperti: rumah sakit, klinik rawat jalan, pusat kesehatan jiwa, rumah sakit sehari, dan rumah atau klub sosial (Sadock, 2010).
d. Terapi prilaku
Prilaku yang dikehendaki dipacu secara positif dengan pemberikan imbalan berupa kenang-kenangan seperti perjalana atau prefensi. Tujuannya untuk memacu prilaku tersebut agar dapat beradaptasi diluar bangsal rumah sakit (Ayub, 2011).
e. Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk orang skizofrenia umumnya berfokus pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif (sadock, 2010)
Fokusnya adalah dukungan serta pengembangan keterampilan sosial (aktivitas sehari-hari) yang memberi dampak, terutama yang berguna pada pasien dengan sikap isolasi sosial juga berguna untuk menambah uji realita (Ayub, 2011).
f. Terapi keluarga
Terapi ini di fokuskan pada situasi saat ini dan sebaiknya mencakup identifikasi dan penghindaran situasi yang berpotensi menyusahkan. Ketika benar benar timbul masalah dengan pasien pada keluarga tersebut , tujuan terapi semestinya menyelesaikan masalah tersebut secepatnya. Dalam keluarga ini harus ada yang mendorong penderita untuk kembali beraktivitas (sadock, 2010)
terapi ini dapat mengurangi angka relaps dan diberikan untuk anggota skizofrenik. Interaksi keluarga yang berekspresi emosi tinggi dapat dikurangi melalui terapi oleh keluarga. Kelompok anggota penderita skizofrenia dapat berdiskusi berbagai hal, terutama pengalamannya (ayub 2011).
g. Psikoterapi suportif
Meliputi nasihat, meyakinkan, mendidik, mencontohkan dan uji realita. Tujuan terapi ini berguna untuk meningkatkan insight (penghayatan) yang cocok bagi penderita (ayub sani 2011).
I = Individu, yaitu seseorang yang sudah mempunyai bakat-bakat tertentu, kepribadian yang rentan (vulnerable personality) ataupun faktor genetik; yang kesemuanya itu merupakan faktor predisposisi yaitu kecenderungan untuk menjadi sakit.
S = Situasi, yaitu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu yang bersangkutan misalnya stresor psikososial.
R = Reaksi, yaitu respons dari individu yang bersangkutan setelah mengalami situasi yang tidak mengenakan (tekanan mental) sehingga ia mengalami frustasi yang pada gilirannya menjadi jatuh sakit.
Terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut psikodinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu: teori homeostatik-deskriptif dalam teori ini diuraikan gambaran gejala-gejala dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan atau homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya gangguan jiwa tersebut. Sebagai contoh eugen bleurer menguraikan gejala skizofrenia ada 2 bagian yaitu gejala primer dan skunder.
Sedangkan teori fasilitatif-etiologik, diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitas) penyebab suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan penyakitnya dan penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh melanie klein bahwa skizofrenian muncul karena terjadi fiksasi pada fase paranoid-skizofrenoid pada perkembangan awal masa bayi. Teori lain menyatakan bahwa pada penderita skizofrenia memang sudah terdapat faktor psikogenik sebelumnya.
Selanjutnya menurut teori freud suatu gangguan jiwa muncul akibat terjadinya konflik internal (dunia dalam) pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia luar (Dadang, 2007).
c. Psikoreligius
Dari sudut pandang agama (islam), konsep id, ego dan super ego dari teori freud sebenarnya sudah ada hanya peristilahannya berbeda. Manusia adalah makhluk fitrah, sejak manusia lahir sudah dibekali dengan dorongan-dorongan atau nafsu seperti nafsu makan, minum, agresif dan nafsu seksual. Tanpa adanya dorongan nafsu sebagaimana contoh di muka, maka manusia tidak akan dapat mempertahankan diri keberadaannya di dunia. Misalnya bila seseorang kehilangan nafsu makan dan minum dengan sendirinya kondisi fisik akan melemah yang akan memudahkan infeksi penyakit dan bila hal ini berkepanjangan dapat menyebabkan kematian.bila seseorang kehilangan nafsu agresivitas, maka ia tidak mampu mempertahankan diri dari serangan agresivitas pihak lawan, hal ini dapat dilihat di dalam peperangan. Bila seseorang kehilangan nafsu seksual, maka ia tidak tertarik kepada lawan jenis sehingga tidak terjadi perkawinan dan tidak ada keturunan. Dorongan nafsu sebagaimana uraian di atas dikenal dalam teori freud sebagai id.
Dalam melaksanakan kebutuhan nafsu itu manusia berbeda dengan makhluk hewan, karena pada diri manusia sudah ada fitrah ke tuhanan yang berisikan akal, moral dan etika sehingga manusia itu dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak. Fitrah ketuhanan ini dalam freud disebut sebagai super ego, dalam agama islam dapat dianalogikan dengan iman yang berfungsi sebagai pengendalian diri (self control). Oleh karena itu dalam memenuhi kebutuhan nafsu seksual manusia diatur oleh hukum tertulis maupun tidak tertulis berdasarkan adat istiadat, hukum negara dan hukum agama.
Manusia melaksanakan kebutuhan-kebutuhan nafsu tadi dalam bentuk perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak. Dalam konsep freud akhlak ini disebut ego. Akhlak seseorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil tarik menarik antara nafsu dan iman (dadang, 2007).
d. Psikososial
Faktor psikososial dianggap sebagai faktor presipatasi dan perpetuasi terjadinya/relapsnya gangguan skizofrenia. Skizofrenia ditinjau dari faktor psikososial sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga dan stressor psikososial. Pasien yang keluarganya memiliki emosi ekspresi (EE) yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada pasien yang berasal dari keluarga berkspresi yang rendah
Beberapa ahli menyatakan bahwa industrialisasi terlibat dalam skizofrenia. Walaupun beberapa data mendukung teori tersebut namun stress sebenarnya dianggap dapat menimbulkan efek utama dalam menentukan onset dan keparahan penyakit ( Ayub 2011)
e. Model diatesis-stress
Suatu model untuk integritas faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis). Ada kemungkinan lingkungan menimbulkan stress. Pada model diatesis stress yang paling umum maka diatesis atau stress dapat berupa biologis atau lingkungan dari keduanya.
Komponen lingkungan dapat berupa biologis (sebagai contoh infeksi) atau psikologis ( sebagai contohnya situasi dalam keluarga yang penuh ketegangan atau kematian temen dekat. Dasar biologis untuk suatu diatesis dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti penyalahgunaan zat, psikologis dan trauma (ayub, 2011).
7. Penatalaksanaan
a. Terapi psikofarmaka
Pengobatan antipsikotik yang diperkenalkan awal tahun 1950-an, telah merevolusi penanganan skizofrenia. Kurang lebih dua samapai empat kali lipat pasien mengalami relaps bila diobati dengan obat anti psikotik. Namun obat-obat ini hanya mengatasi gejala gangguan dan tidak menyembuhkan skizofrenia.
Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin ( klorpromazin dan haloperidol) dan antagonis serotonin dopamin (risperidon dan klozapin).
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia terutama terhadap gejala positif (waham). Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama persentasenya hanya kecil sekitar (25%) yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara bermakna.kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping akatisia dan gejala lir-parkinsonian.
Antagonis serotonin dopamin dapat mempengaruhi serotinin maupun glutamat. Obat ini menangani efek gejala negatif dari skizofrenia (menarik diri). Obat yang disebut juga antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik antogonis reseptor dopamin yang tipikal. Beberapa obat yang telah di setujui adalah klozapin, resperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon (sadock, 2010).
Obat yang digunakan untuk mengobati psikosis memilki banyak sebutan yaitu anti psikotik, neuroleptic dan mayor trangquiles. Antipsikotik dimaksudkan dalam rangka mengatasi psikosis, termasuk skizofrenia
Efek terapi obat-obatan ini terlihat sewaktu dipakai pada psikosis akut. Efeknya mengurangi gejala positif antaralain halusinasi, tidak mau makan, tidak kooperatif dan adanya gangguan pikiran.
Gejala positif skizofrenia bereaksi secara responsive terhadap obat anti psikotik, sedang gejala seperti misalnya: pendataran afek, apati, anhedonia, dan blockade diri, hamper-hampir tak berguna (Ayub, 2011).
b. Terapi elektrokonvulsif
Efektif pada sebagian pasien skizofrenia, khususnya subtype katatonik. Pasien dengan lama penyakit kurang dari satu tahun merupakan jenis skizofrenia yang paling responsive dengan pemberian terapi elektrokonvulsif (Ayub, 2011)..
c. Terapi Psikososial
Terapi psikososial mencakup berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan sosial, kecukupan diri, keterampilan praktis, dan komunikasi interpersonal. Tujuaanya untuk memungkinkan seseorang yang sakit parah untuk membangun keterampilan sosial dan keterampilan pekerjaan untuk hidup yang mandiri. Penanganan semacam ini di laksanakan di berbagai tempat seperti: rumah sakit, klinik rawat jalan, pusat kesehatan jiwa, rumah sakit sehari, dan rumah atau klub sosial (Sadock, 2010).
d. Terapi prilaku
Prilaku yang dikehendaki dipacu secara positif dengan pemberikan imbalan berupa kenang-kenangan seperti perjalana atau prefensi. Tujuannya untuk memacu prilaku tersebut agar dapat beradaptasi diluar bangsal rumah sakit (Ayub, 2011).
e. Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk orang skizofrenia umumnya berfokus pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif (sadock, 2010)
Fokusnya adalah dukungan serta pengembangan keterampilan sosial (aktivitas sehari-hari) yang memberi dampak, terutama yang berguna pada pasien dengan sikap isolasi sosial juga berguna untuk menambah uji realita (Ayub, 2011).
f. Terapi keluarga
Terapi ini di fokuskan pada situasi saat ini dan sebaiknya mencakup identifikasi dan penghindaran situasi yang berpotensi menyusahkan. Ketika benar benar timbul masalah dengan pasien pada keluarga tersebut , tujuan terapi semestinya menyelesaikan masalah tersebut secepatnya. Dalam keluarga ini harus ada yang mendorong penderita untuk kembali beraktivitas (sadock, 2010)
terapi ini dapat mengurangi angka relaps dan diberikan untuk anggota skizofrenik. Interaksi keluarga yang berekspresi emosi tinggi dapat dikurangi melalui terapi oleh keluarga. Kelompok anggota penderita skizofrenia dapat berdiskusi berbagai hal, terutama pengalamannya (ayub 2011).
g. Psikoterapi suportif
Meliputi nasihat, meyakinkan, mendidik, mencontohkan dan uji realita. Tujuan terapi ini berguna untuk meningkatkan insight (penghayatan) yang cocok bagi penderita (ayub sani 2011).
EmoticonEmoticon