A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Pengertian
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Katarak adalah terjadinya opasitas dari lensa kristalina yang seharusnya jernih (Smeltzer,2001) atau dapat dikatakan katarak adalah proses pengaburan pada lensa. (Pearce,1999) katarak senilis adalah katarak yang terjadi pada usia lanjut
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua- duanya.Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.(kapita selekta. jilid satu.2001)
2. Epidemiologi/insiden kasus
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak tujuh belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh katarak dan dijangka menjelang tahun 2020, angka ini akan meningkat menjadi empat puluh juta.
Katarak senilis merupakan bentuk katarak yang paling sering ditemukan. 90% dari seluruh kasus katarak adalah katarak senilis. Sekitar 5 % dari golongan usia 70 tahun dan 10% dari golongan usia 80 tahun harus menjalani operasi katarak.
3. Penyebab/faktor predisposisi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Duke Elder mencoba membuat ikhtisar dari penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan katarak sebagai berikut. :
a. Sebab-sebab biologik : (a) Karena usia tua. Seperti juga pada seluruh makhluk hidup maka lensa pun mengalami proses tua dimana dalam keadaan ini ia menjadi katarak. (b) Pengaruh genetik. Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang timbul pada lensa.
b. Sebab-sebab imunologik : Badan manusia mempunyai kemampuan membentuk antibodi spesifik terhadap salah satu dari protein-protein lensa. Oleh sebab-sebab tertentu dapat terjadi sensitisasi secara tidak disengaja oleh protein lensa yang menyebabkan terbentuknya antibodi tersebut. Bila hal ini terjadi maka dapat menimbulkan katarak.
c. Sebab-sebab fungsional : Akomodasi yang sangat kuat (memforsir mata) mempunyai efek yang buruk terhadap serabut-serabut lensa dan cenderung memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa. Ini dapat terlihat pada keadaan-keadaan seperti intoksikasi ergot, keadaan tetani dan aparathyroidisme.
d. Gangguan yang bersifat lokal terhadap lensa : Dapat berupa (a) Gangguan nutrisi pada lensa, (b) Gangguan permeabilitas kapsul lensa, (c) Efek radiasi dari cahaya matahari.
e. Gangguan metabolisme umum : defisiensi vitamin dan gangguan endokrin dapat menyebabkan katarak misalnya seperti pada penyakit diabetes melitus atau hyperparathyroidea.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
• Penyebab paling banyak adalah akibat proses lanjut usia/ degenerasi, yang mengakibatkan lensa mata menjadi keras dan keruh (Katarak Senilis)
• Dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok, sinar ultraviolet, alkohol, kurang vitamin E,radang menahun dalam bola mata, polusi asap motor/pabrik karena mengandung timbal
• Cedera mata, misalnya pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, bahan kimia yang merusak lensa (Katarak Traumatik)
• Peradangan/infeksi pada saat hamil, penyakit yang diturunkan (Katarak Kongenital)
• Penyakit infeksi tertentu dan penyakit metabolik misalnya diabetes mellitus (Katarak komplikata)
• Obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid, klorokuin , klorpromazin, ergotamine, pilokarpin)
• Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
4. Patofisiologi terjadinya penyakit
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan berbentuk seperti kancing baju, meempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nucleus, diperifer terdapat korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya trnsparasi. Perubahan pada serabut halus multiple ( zonula ) yang memajang dari badan silier kesekitar daerah diluar lensa misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam perubahan lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya keretina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu tranmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalm melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda, dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes. Namun sebenarnya katarak merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang kronik dan “ matang “. Ketika orang memasuki dekade ketujuh katarak bersifat kongenital dan harus diindentifikasi awal karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes dan asupan antitoksin dan yang kurang dalam jangka waktu yang lama. ( Brunner & Suddarth,2002;1997)
5. Klasifikasi
Katarak primer
Katarak primer, menurut umur ada tiga golongan yaitu :
1. Katarak juvenilis (umur <20 tahun ),
2. Katarak presenilis (umur sampai 50tahun)
3. katarak senilis (umur sampai 50tahun )
Katarak primer dibagi menjadi 4stadium :
a. Stadium Insipien
- Stadium paling dini
- Kekeruhan lensa terdapat pada bagian perifer berbentuk bercak-bercak yang tidak teratur
- Pasien mengeluh gangguan penglihatan melihat ganda dengan satu mata
- Tajam penglihatan belum terganggu
- Proses degenerasi belum menyerap cairan mata yang kedalam lensa sehingga terlihat bilik mata depan yang kedalaman normal.
b. Stadium Imatur
- Proses degenerasi mulai menyerap cairan mata kedalam lensa sehingga lensa
- Menjadi cembung.
- Terjadi pembengkakan lensa yang dapat menjadi katarak intumesen.
- Terjadi miopisasi
- Dapat terjadi glaucoma sekunder
- Shadow test positif
c. Stadium Matur
- Terjadi kekeruhan seluruh lensa
- Tekanan dalam seimbang dengan cairan dalam mata dengan ukuran lensa normal
- Tajam penglihatan sangat menurun dan hanya tinggal proyeksi sinar positif
- Di pupil tampak lensa seperti mutiara
d. Stadium Hypermatur
- Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus lensa turun karena daya beratnya.
- Melalui pupil, nucleus terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah dengan warna berbeda dari atasnya yaitu kecoklatan
- Terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih permeabel dsehingga isi korteks dapat keluar dan lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus lensa (Katarak Morgagni)
Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakir lain. Penyebab katarak jenis ini adalah :
- Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa glaucoma, ablasio retinayang sudah lama, uveitis, myopia maligna.
- Penyakit sistemik, Diabetes Mellitus, hipoparatiroid, sindrom down, dermatitis atopik.
- Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata, terpajan panas yang berlebihan, sinar –X, radioaktif, terpajan sinar matahari, toksik kimia.
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, galaktosemia. Ada pula yang menyertai kelainan bawaan pada mata itu sendiri seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma , ektopia lentis, keratokonus, megalokornea, heterokornea iris. Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persisten, katarak polaris anterior-posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak stelata, katarak totalis dan katarak congenital membranasea.
6. Gejala Klinis
a. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole.
b. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.
c. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.
d. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
e. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup.
f. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau bergelombang.
g. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.
h. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.
i. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
j. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
- Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
- Peka terhadap sinar atau cahaya.
- Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
- Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
- Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gangguan penglihatan bisa berupa :
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan? mata
- Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari)
Gejala lainya adalah :
- Sering berganti kaca mata
- Penglihatan sering pada salah satu mata.
Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri
7. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Diagnostik
- Kartu nama snellen / mesin telebinokuler ( tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan ) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus atau vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
- Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral, gloukoma.
- Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler ( TIO ) normalnya 12-25 mmHg.
- Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
- Darah lengkap, laju sedimentasi ( LED ). Menunjukkan anemia sistemik atau infeksi.
- EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
- Tes toleransi glukosa ( FBS ). Menunjukkan adanya atau kontrol diabetes. ( Marilyn E. Doenges,2000 )
8. Diagnosis/kriteria diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah:
- Pemeriksaan mata standar, termasuk pemeriksaan dengan slit lamp
- USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
Selain uji mata yang biasa, keratometri, dan pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan penbedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3 , pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.
9. Therapy/tindakan penanganan
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaukoma. Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
1) Pengangkatan lensa
Ada tiga macam teknik pembedahan ynag biasa digunakan untuk mengangkat lensa:
a. Operasi katarak Ekstrakapsular atau Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK/ECCE)
EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukomamata dengan predisposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
b. Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi katarak intrakapsular(EKIK/ICCE)
EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga penyulit tidak banyak. Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah astigmatisme, glaucoma ,uveitis, endoftalmiti dan perdarahan. Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
c. Phacoemulsification : Merupakan modifikasi dari ECCE. Pembukaan kapsul dilakukan dengan teknik Capsular Helix. Keuntungannya: insisi lebih kecil, komplikasi lebih sedikit, dan lebih aman
2) Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh.
10. Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul akibat katarak adalah:
Glaukoma. Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut, pertama kali akan terjadi keburaman dalam lensa, kemudian pembengkakan lensa dan penyusutan akhir dengan kehilangan transparasi seluruhnya. Selain itu, seiring waktu lapisan luar katarak akan mencair dan membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat jika pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran. bila tidak diobati, katarak dapat menyebabkan glaukoma.
Ada beberapa fase dari katarak yang bisa menimbulkan glaukoma, yaitu:
1. Phocomorpic Glaucoma
Lensa lebih besar karena menyarap air sehingga pada orang dengan predisposes itertentu akan menyebabkan bilik matanya menjadi dangkal dan jaringan trabekulum bisa tertutup akibat irisnya maju. Bisa menimbulkan glaucoma sekunder sudut tertutup. Glaukomanya mirip dengan glaukoma akut, tapi glaukomanya sekunder.
2. Phacolytic Glaucoma
Terjadi pada katarak hipermatur di mana protein lensa keluar dari kapsul, bisa ke bilik mata depan dan menyumbat trabekulum sehingga menyebabkan tekanan intraokular meningkat. Pada kasus ini glaukomanya sudut terbuka, tetapi tersumbat oleh protein-protein lensa.
3. Phacotoxic Glaucoma
Lensa sudah keriput sehingga bisa maju ke depan atau ke belakang. Kalau lebih ke arah anterior maka keadaan ini bisa menyebabkan blokade pupil yang bias menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup.
Uveitis
Protein lensa keluar dan dianggap benda asing, sehingga tubuh berusaha menghancurkannya. Keadaan ini menimbulkan reaksi uveitis
Subluksasi dan Dislokasi lensa
Terjadi pada stadium hipermatur, di mana pada stadium ini zonulnya menjadi kaku dan rapuh sehingga bisa lepas dari lensa. Lensa bisa subluksasi atau dislokasi
Komplikasi pembedahan katarak
- Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan risiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokular sesegera mungkin tidak bisa dilakukan pada kondisi ini.
- Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pascaoperasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
- Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari 0,3%). Pasien datang dengan:
a. mata merah yang terasa nyeri
b. penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan
c. pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
d. Pasien membutuhkan penilaian mata segera, pengambilan sampel akueous dan vitreous untuk analisis mikrobiologi, dan terapi dengan antibiotik intravitreal, topikal, dan sistemik.
- Astigmatisnne pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengekuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik dengan anestesi lokal, dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi namun rnungkin diperlukan penjahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi tidak sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil rnenghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka memungkinkan koreksi astigmatisme yang telah ada sebelurnnya.
- Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bile disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
- Ablasio retina. Teknk-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahnya tingkat kornplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
- Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihanan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser (neodymium yttrium (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi YAG. Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat lens, bentuk tepi lens. dan tumpang tindih lensa intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalarn mencegah opasifikasi kapsul posterior.
- Jika jahitan nilon dada tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan.
11. Prognosis
Prognosis katarak adalah baik dengan lebih dari 95% pasien mengalami perbaikan visual setelah dilakukan operasi. Prognosis visual pada pasien anak yang mengalami katarak dan menjalani operasi tidak sebaik pada pasien dengan katarak yang berhubungan dengan umur. Prognosis untuk perbaikan kemampuan visual paling buruk pada katarak kongenital unilateral yang dioperasi dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang bersifat progresif lambat. Penderita penyakit katarak memiliki prognosis untuk menjadi lebih baik setelah dilakukan pembedahan dan disiplin dalam mematuhi penatalaksanaan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Pengumpulan Data
a) Data klien
b) Keluhan Utama
Klien mengeluh mual, muntah, nyeri mata, kemerahan, serta penglihatan kabur setelah mengalami jatuh dan benturan batu pada matanya.
c) Riwayat Kesehatan
• Riwayat kesehatan sekarang:
P : jatuh dan benturan batu pada mata klien
Q: mual, muntah, nyeri mata, kemerahan, penglihatan kabur
R: mata
S: -
T: -
• Riwayat kesehatan masa lalu: -
Apakah klien pernah mengalami trauma yang mengenai mata; penyakit lain yang diderita seperti DM, arteriosklerosis, dan myopia tinggi.
• Riwayat kesehatan keluarga: -
Apakah keluarga pernah mempunyai penyakit glaucoma.
d) Pola Kehidupan Sehari-hari
• Pola aktivitas
Tanyakan pada klien apakah terjadi gangguan pada aktivitasnya sehari-hari.
• Pola nutrisi
Tanyakan pada klien tentang riwayat diet, makanan dan nutrisi yang dikonsumsi selama ini.
• Pola eliminasi dan keseimbangan cairan
Tanyakan pada klien berapa volume cairan yang dikonsumsi setiap hari, serta frekuensi dan keluhan BAK/BAB.
• Pola tidur dan istirahat
Tanyakan mengenai kebiasaan tidur dan istirahat klien.
Pola gordon
e) Pengkajian Pola Gordon
1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
• mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
• Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2. pola nutrisi metabolic
• kaji nafsu makan klien
3. pola eliminasi
• kaji frekuensi eliminasi urine klien
• kaji karakteristik urine klien
4. pola aktivitas dan latihan
• kaji rasa nyeri
• kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak)
• kaji penurunan kekuatan otot
5. pola tidur dan istirahat
• kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat klien.
6. pola kognitif/perceptual
• kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. pola persepsi diri/konsep diri
• kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit.
• Kaji dampak sakit terhadap klien
• Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan latihan).
8. pola peran/hubungan
• kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
• kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9. pola seksualitas/reproduksi
• kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
• Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10. pola koping/toleransi stress
• kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
• system pendukung dalam mengatasi stress
11. pola nilai/kepercayaan
• klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap ada kesempatan.
f) Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum
Klien mengalami mual, muntah, nyeri mata, kemerahan, penglihatan kabur.
• Inspeksi
Postur dan gambaran klien : -
Kesimetrisan mata : -
Alis : -
Kelopak mata : -
Konjungtiva : kemerahan
Sklera : -
Iris : terganggu fungsinya
Kornea : keruh (beruap)
Pupil : pupil terlihat membesar dan terfiksasi
Lensa mata : -
• Pemeriksaan penglihatan
- Penurunan visus
- Pemeriksaan lapang pandang: lapang pandang perifer
- Halo positif
• Palpasi
Palpasi ringan pada kelopak mata untuk menentukan adanya pembengkakan dan kelemahan, palpasi sakus lakrimalis dengan menekankan jari telunjuk pada kantus medial untuk menentukan adanya regurgitasi material purulen yang abnormal atau air mata berlebihan yang merupakan indikasi hambatan duktus nasolakrimalis.
g) TTV
h) Data Psikososial
Mencakup ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, berduka karena kehilangan penglihatan.
i) Data penunjang
• Pemeriksaan diagnostic
Pengukuran tonometri: mengkaji tekanan intraokuler (TIO), normalnya 10-21 mmHg. Pada kasus, nilai IOP klien 50 mmHg. Pemeriksaan oftalmoskoi
• Terapi
Klien diberikan terapi betoptic, diamox, xalatan, dan manitol.
2) Pengumpulan data
Pre operasi
DS :
- Klien mengatakan penglihatan kabur
- Klien mengatakan takut untuk dioperasi
- Klien mengatakan kesulitan dalam membaca
- Klien melaporkan pandangan ganda
- Klien melaporkan memiliki riwayat trauma pada mata karena benda tumpul
- Klien melaporkan memiliki riwayat operasi mata
- Klien melaporkan merasa silau jika terkena cahaya
- Klien melaporkan memiliki riwayat penyakit DM
DO :
- Pupil tampak putih
- Retina tidak tampak
- Air mata atau krusta berlebih
- Menurunnya ketajaman/gangguan penglihatan
- Visus menurun dari normal
- Klien tampak cemas dan gelisah
- Ekspresi wajah tegang
- Klien bertanya tentang penyakitnya
- Klien tampak berhati-hati saat berjalan
- Terjadi penurunan fungsi penglihatan
Post operasi
DS :
- Klien mengeluh nyeri pada area yang dioperasi
DO :
- Wajah klien nampak meringis
- Adanya luka operasi pada daerah mata
- TTV tidak dalam rentang normal
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Pre Operasi
Gangguan Persepsi Sensori (visual) berhubungan dengan keterbatasan penglihatan yang ditandai dengan klien mengeluh penglihatan kabur, penurunan visus dan lapang pandang perifer.
Ansietas berhubungan dengan penglihatan kabur karena keruhnya lensa mata yang ditandai dengan penurunan visus dan lapang pandang perifer.
Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensoris penurunan visus dan lapang pandang perifer.
Post operasi
Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan ditandai dengan klien megeluh nyeri pada bagian post op, klien tampak meringis, klien tampak memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh dan peningkatan pemajanan lingkungan terhadap pathogen.
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler
3. Rencana Asuhan Keperawatan
4. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Guyton&Hall.2006.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, (Edisi
8), EGC, Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby
(Semoga Bermanfaat)
EmoticonEmoticon